Bisnis.com, PATI – Semua kapal jenis cantrang di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dipastikan melaut kembali menyusul kemudahan dalam mengurus perpanjangan Surat Izin Penangkapan Ikan atau SIPI.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Juwana Rasmijan mengatakan untuk jumlah kapal cantrang di Kabupaten Pati mencapai 300 kapal lebih, meskipun sebagian kecil sudah ada yang mulai berganti alat tangkap.
"Kami memperkirakan semua kapal bisa kembali melaut pada Agustus 2017 setelah para pemilik kapal mengurus SIPI," ujarnya di Pati, Kamis (14/9/2017).
Ia mengatakan, persyaratan yang harus diurus agar bisa melaut yakni Surat Kelaikan Operasional (SLO), SIPI, serta surat persetujuan berlayar (SPB). Apabila nelayan belum bisa melaut, di khawatir, dampaknya sangat luas.
Selain memberikan dampak pada anak buah kapal (ABK) beserta keluarganya yang tidak bisa mendapatkan pemasukan, kata dia, pengolah ikan juga tidak berproduksi karena keterbatasan pasokan ikannya, sehingga memunculkan pengangguran baru.
Menurut dia, pemerintah perlu berpikir ulang terkait Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik. Apalagi, pemerintah hingga kini belum juga memberikan solusi terbaik bagi nelayan atas pemberlakuan peraturan itu.
"Jika memang akhirnya alat tangkap jenis cantrang dilarang, seharusnya pemerintah juga membantu dalam hal pengadaan alat tangkap yang baru serta kemudahan dalam mendapatkan bantuan permodalan," ujarnya.
Untuk mengganti alat tangkap ikan serta modivikasi kapal serta pengadaan peralatan pendukung, diperkirakan menghabiskan dana hingga Rp3 miliaran.
Alat tangkap cantrang, katanya, nelayan cukup menggunakan es batu dalam penyimpanan ikan hasil tangkapannya, sedangkan menggunakan alat tangkap lain, seperti gillnet atau pancing membutuhkan alat pendingin untuk menyimpan ikan.
Nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang, kata dia, dalam waktu sebulan bisa kembali mendarat, sedangkan alat tangkap lainnya butuh waktu satu bulan lebih, sehingga membutuhkan peralatan pendingin agar kualitas ikannya tetap terjaga.
Selain itu, pemerintah juga belum menunjukkan hasil tangkapan dan biaya menggunakan alat tangkap ikan yang diklaim lebih ramah lingkungan tersebut. "Jangan sampai hanya sekadar mengklaim, bahwa alat tangkap yang disediakan lebih ramah lingkungan, namun tidak menghasilkan keuntungan bagi nelayan," ujarnya.
Kebijakan pemerintah, kata dia, tentunya bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, bukan sebaliknya.