Bisnis.com, KLATEN – Tak hanya pemilik bengkel Kiat Motor, Sukiyat, bersama timnya terdiri dari sejumlah industri dan perguruan tinggi yang mengembangkan kendaraan yang ditujukan kepada para petani bernama Mahesa.
Mobil pedesaan juga dikembangkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melibatkan siswa SMK salah satunya yakni SMKN 2 Klaten. Produksi mobil itu direncanakan dilakukan di bengkel SMKN 2 Klaten.
Ketua Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan SMKN 2 Klaten, Suharto, mengatakan pengembangan mobil pedesaan dilakukan sejak 2016. Program mobil pedesaan itu diinsiasi oleh Kemenperin. SMKN 2 Klaten ditunjuk sebagai salah satu sekolah yang ikut mengembangkan mobil pedesaan selain SMKN 2 Solo.
Dari penunjukan itu, SMKN 2 Klaten mendapat bantuan peralatan dari Kemenperin yang digunakan untuk pelatihan perakitan, pengecatan, dan pengelasan kepada para siswa sebelum membantu pembuatan mobil pedesaan. Secara berkala, SMKN 2 Klaten mengirim siswa ke karoseri PT. ABC, Bawen, Kabupaten Semarang yang menjadi lokasi perakitan.
“Sampai saat ini sudah ada total 15 siswa yang dikirim ke karoseri ABC,” urai Suharto saat ditemui di SMKN 2 Klaten, Kamis (5/10/2017).
Mobil pedesaan yang dikembangkan melibatkan siswa SMK itu memiliki kapasitas mesin 1.000 cc, mesin pembakaran empat silinder, dan injeksi bahan bakar multi point injection (MPI). Bahan bakar mobil menggunakan bensin dengan kemampuan 1 liter bisa menempuh jarak 15 km. Kecepatan maksimal mobil itu berkisar 70 km/jam. Panjang mobil itu sekitar 4,5 meter dengan lebar 1,4 meter.
Tipe mobil yang dikembangkan jenis pikap. Bagian belakang bisa disambungkan dengan peralatan pertanian seperti mesin perontok padi, jagung, pompa air, serta peralatan pertanian lainnya. Mobil dilengkapi sistem power take off (PTO) yang bisa mengalihkan tenaga mesin untuk pengoperasian peralatan pertanian.
Secara umum, fungsi mobil tersebut sama dengan kendaraan Mahesa ditujukan membantu para petani. Peralatan yang ada di mobil tersebut juga hampir sama seperti dilengkapi sistem PTO serta bisa mengangkut peralatan pertanian.
Kendaraan Mahesa memiliki spesifikasi mesin diesel 650 cc dan berbahan bakar solar. Kecepatan maksimal kendaran itu yakni 55 km/jam. Ada tiga prototipe kendaraan Mahesa yakni double cabin, single cabin, serta less desk. Harga jual kendaraan Mahesa yakni Rp50 juta hingga Rp70 juta.
Suharto menjelaskan sekitar 70 persen komponen mobil itu menggunakan bahan lokal dibantu sejumlah industri kecil menengah. Komponen yang masih menggunakan bahan impor seperti mesin. Pengembangan satu prototipe mobil tersebut diperkirakan mencapai Rp180 juta lantaran mayoritas masih dibuat secara handmade. Harga jual mobil itu jika diproduksi massal diperkirakan Rp70 juta.
Saat ini, sudah ada delapan prototipe mobil tersebut yang tersebar ke berbagai daerah. Sebanyak dua unit mobil pedesaan berada di SMKN 2 Klaten, dua unit di Universitas Negeri Semarang (Unnes), dua unit di Solo Techno Park, dan dua unit di Bandung. Sebanyak satu unit mobil saat ini masih dalam proses pengerjaan yang ditujukan untuk unit pemadam kebakaran.
SMKN 2 Klaten juga mendapat bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bantuan senilai Rp1,2 miliar digunakan untuk membangun bengkel perakitan berukuran 30 meter x 25 meter. Di bengkel tersebut juga terdapat ruangan yang bisa digunakan untuk pengembangan desain. Kemenperin memberikan bantuan peralatan guna pengembangan bengkel tersebut.
Sesuai rencana, bengkel digunakan untuk pengembangan serta produksi mobil pedesaan terutama pada proses perakitan hingga pengecatan. Suharto mengatakan pengembangan mobil pedesaan melibatkan siswa SMK ditujukan sebagai media pembelajaran.
Mobil-mobil yang sudah diproduksi bakal diberikan ke SMK yang ada di seluruh Indonesia untuk pembelajaran. Soal produksi massal mobil tersebut ditujukan untuk komersial, Suharto menyerahkan ke Kemenperin.
Salah satu siswa SMKN 2 Klaten, Alif, mengatakan mobil pedesaan yang dikembangkan memiliki PTO yang bisa mengalihkan tenaga mesin ke penggerak peralatan pertanian seperti mesin perontok padi yang terpasang di bak mobil. “Dengan peralatan itu, tidak perlu turun dari mobil untuk menggerakkan mesin perontok padi,” kata siswa kelas XII jurusan Teknik Kendaraan Ringan itu.