Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Outlook Ekonomi Jawa Tengah 2018: Peluang Ada di Rantai Pasok

Pengusaha Jawa Tengah diharapkan memaksimalkan potensi ekonomi yang tengah menghampiri wilayah dengan mengoptimalkan nilai tambah pada rantai pasok.
Ekonom Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Sri Sulandjari (tengah) dalam Entrepreneur Networking Forum bertema Outlook Ekonomi 2018: Mengoptimalkan Potensi Daerah Dalam Era Digital yang diprakarsai BTPN, dimoderatori Pemimpin Redaksi Harian Bisnis Indonesia Hery Trianto./Pamuji Tri Nastiti
Ekonom Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Sri Sulandjari (tengah) dalam Entrepreneur Networking Forum bertema Outlook Ekonomi 2018: Mengoptimalkan Potensi Daerah Dalam Era Digital yang diprakarsai BTPN, dimoderatori Pemimpin Redaksi Harian Bisnis Indonesia Hery Trianto./Pamuji Tri Nastiti

Bisnis.com, SEMARANG – Pengusaha Jawa Tengah diharapkan memaksimalkan potensi ekonomi yang tengah menghampiri wilayah dengan mengoptimalkan nilai tambah pada rantai pasok.

Ekonom Universitas Kristen Satya Wacana Sri Sulandjari  mengatakan secara nasional pemerintah mengasumsikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%-5,8% pada 2018. Dengan asumsi ini maka pasar domestik memiliki kepastian dan kredibilitas.

Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah berhasil menjaga inflasi di level rendah sesuai dengan ekspektasi. Dalam capaian itu, kata dia, Jawa Tengah di atas perkiraan pertumbuhan ini meski kecendrungannya terus melambat.

“Meski tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, namun lebih banyak terkonsentrasi di kota, dan tidak menetes ke bawah,” kata Sri di sela Entrepreneur Networking Forum yang diselenggarakan oleh PT Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) Tbk. dan Harian Bisnis Indonesia di Semarang, Rabu (11/10/2017). 

Dia mengharapkan swasta mengambil peran lebih besar dalam memberi nilai tambah pada lini rantai pasok. Sri mencontohkan, ketika berkunjung ke Timor Leste, pihaknya menyaksikan bagaimana petani tempatan di kordinir oleh industri menengah dengan dukungan teknologi untuk kemudian produksinya dijual ke Australia.

“Dengan teknologi mereka memetakan jumlah areal tanam, jenis tanaman, estimasi produksi hingga jadwal panen,” katanya.

Pola yang sama, seharusnya dapat dilakukan oleh pengusaha di Jawa Tengah. Dia mengatakan diperlukan usaha menengah yang menjad lokomotif pendorong agar tercipta joint production serta joint action yang meningkatkan kesejahteraan wilayah.

“Peran itu harus diambil oleh perusahaan swasta. Jangan pemerintah. Peran pemerintah cukup sebagai regulator,” katanya.

PERAN PERBANKAN

Dia menilai saat ini pertumbuhan Produk Domostek Bruto (PDB)  Jawa Tengah tidak istimewa. Di tengah potensi besar yang dimiliki, pertumbuhan PDB wilayah ini hampir setara dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Parat.

Sementra Jawa Timur, dengan komitmen aparat pemerintahnya yang fokus sehingga pertumbuhan PDB naik siginifikan. “Bahkan mereka menjadikan Jawa Tengah sebagai market,” katanya.

Sementara itu Sonny Christian Joseph, Head of SME Business BTPN mengatakan untuk mendukung potensi ekonomi daerah ini pihaknya mentransformasi diri menjadi bagian dari solusi.

Terdapat dua kebutuhan utama dari sebuah bisnis yakni dukungan kemudahan sistem pembayaran baik kepada pemasok maupun pembeli, sedangkan kemudahan lainnya yang dibutuhkan dukungan solusi bisnis seperti bantuan pengelolaan perpajakan hingga manajemen persediaan.

“Ke depan bank yang mampu memberikan jawaban atas permasalahan bisnis nasabah itulah yang dipakai,” katanya.

Sony mengatakan pihaknya tengah mengembangkan aplikasi digital yang mendukung para usaha kecil mikro dan menengah ini mencapai titik pengelolaan ini. “Kami serius kembangkan digital karena merupakan masa depan, kami tidak ingin telat,” katanya.

Dia menilai, model menjadi solusi ini akan membuat perusahaan semakin kokoh dalam industri keuangan. Dalam 10 tahun terakhir perusahaan telah berkembang sangat signifikan.

Saat ini kata dia kredit yang disalurkan telah mecapai Rp66,3 triliun.Sedengkan aset BTPN menjadi Rp97 triliun, angka itu meningkat sebesar 11,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp86,7 triliun. Sedangkan rasio kredit bermasalah sangat terjaga sebesar 0,9%,” katanya.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : News Editor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper