Bisnis.com, SEMARANG – Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Sementara PT Industri Gula Nusantara (PKPUS IGN) mengharapkan para kreditur segera mengajukan tagihan kepada pengurus.
Pengurus PKPUS IGN Kairul Anwar mengatakan pihaknya telah melakukan indentifikasi kreditur yang dimiliki perusahaan. Akan tetapi untuk memastikan hak kreditur terbayar dan tidak luput maka diharapkan melakukan pendaftaran kembali kepada pengurus.
“Sebagian aset maupun hutang datanya sudah diberikan sebagian oleh IGN,” kata Kairul, Kamis (12/10/2017).
Dia mengatakan hakim telah menetapkan anak usaha dari PT Multi Manis Mandiri (MMM) yang menguasai 64% saham serta PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) sebanyak 36%. IGN masuk kedalam PKPUS semenjak 9 Oktober lalu. Pemohon PKPU adalah PT Mitra Setia Jaya.
“Rapat kreditur pertama akan diselenggarakan besok (hari ini, 12/10),” katanya.
Perusahaan memiliki waktu 45 hari untuk mengajukan proposal perdamaian dengan kreditur. Jika tidak dapat mengajukan rencana penyelesaian, maka perusahaan akan masuk kedalam PKPU tetap.
Kairul mengatakan batas akhir pengajuan tagihan kepada pengurus adalah 27 Oktober mendatang. Sedangkan verifikasi dengan debitur dilakukan pada 3 November.
Titin Nusantarani, Kepala Humas PTPN IX menyatakan pihaknya mendorong IGN mendapatkan investor untuk melanjutkan operasi maupun menyelesaikan kewajiban kepada kreditur.
PT IGN beroperasi di Cepiring, Kab. Kendal, Jawa Tengah. Dalam catatan Bisnis, pabrik ini memiliki masalah kelolaan lahan untuk sebuah pabrik tebu. Perusahaan memiliki lahan 1.300 hektare, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan luas lahan ideal yang mencapai 4.000—4.500 hektar.
Pabrik ini pertamakali beroperasi pada 1835 di zaman kolonial Belanda. Selama masa perang hingga diambil alih pemerintah Indonesia pada 1954, pabrik ini mengalami beberapa kali buka tutup baik karena masa resesi maupun dijadikan markas militer.
Kemudian gula ini juga ditutup pada 1998 karena kesulitan bahan baku. Setelah 10 tahun berhenti beroperasi, pada 2008 pabrik kembali beroperasi dengan menggandeng swasta yakni Multi Manis Mandiri (MMM).
Pada 2016 lalu, akibat produktivitas yang kecil dan kesulitan bahan baku pabrik ini kembali di tutup.