Bisnis.com, SOLO—Dewan Pengupahan Kota Solo menyepakati upah minimum kota (UMK) Solo 2018 senilai Rp1.668.700. Nilai tersebut naik 8,71% dari UMK 2017 Rp1.534.985.
Meski menyepakati, kalangan serikat pekerja menilai kenaikan tersebut belum rasional. Menurut Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Solo Hudi Wasisto, jika dihitung dari nilai kebutuhan hidup layak (KHL) kenaikan UMK mestinya berkisar di angka 10-12 persen.
“Kalau bicara riil masyarakat dihitung kebutuhan hidup layak masih jauh sekali, terbukti dengan kenaikan TDL [tarif dasar listrik], PDAM harga beras,” kata dia ketika dijumpai wartawan di Balai Kota, Selasa (31/10/2017).
Disebutkannya TDL naik lebih dari 100 persen di tahun ini. Belum lagi biaya air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang juga ikut naik, serta harga beras yang menyentuh angka Rp8.000-Rp 11.000 per kilogram (kg). Namun demikian, pihaknya tetap mengapresiasi kenaikan UMK pada tahun depan sebesar 8,71% dari UMK 2017.
“Meski berat kita menyepakatinya, karena hitungan UMK kini merujuk PP Nomor 78 Tahun 2015,” katanya.
Dalam aturan itu hitungan UMK dilakukan dengan menambahkan UMK 2017 dengan hasil perkalian antara UMK 2017 dan jumlah inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Dari hitungan tersebut ditemukan angka Rp Rp1.668.700.
“Kami berharap aturan perhitungan itu bisa ditinjau lagi di tahun depan. Jadi nanti ada survei riil kebutuhan masyarakat,” katanya.
Selain itu pihaknya juga akan berkoordinasi dengan kalangan pengusaha serta Pemkot dalam pengawasan pelaksanaan UMK di Kota Bengawan. Pengawasan ini dinilai penting untuk memantau pengusaha apakah sudah melaksanakan UMK atau belum.
Sejauh ini pihaknya masih mensinyalir banyaknya pengusaha belum melaksanakan UMK tersebut. Utamanya perusahaan kelas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Di Solo total ada 800 perusahaan besar, menengah dan kecil. Dari jumlah itu perusahaan kecil atau UMKM paling banyak mencapai 500-600-an. Perusahaan ini yang sulit terpantau,” katanya.