Bisnis.com, SEMARANG – Sedikitnya ada 6 juta orang di Indonesia yang menggantungkan hidup dari tembakau, hal ini tentunya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menaikkan cukai karena akan berimbas langsung kepada kesejahteraan para petani maupun pelaku industri rokok.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo Siswoyo menuturkan saat ini memang tengah menjadi ironi pelaku usaha maupun petani tembakau di tengah himpitan ekonomi yang terus naik, harga cukai juga ikut melambung ini yang mempengaruhi industri rokok secara keseluruhan.
“Sekarang pelaku usaha industri rokok, terus dianiaya karena sebagai penyumbang devisa yang cukup besar sekitar Rp150 triliun namun cukai terus naik harga rokok juga naik ini berimbas daya beli masyarakat yang turun akibat harga yang mahal,” ujarnya, Kamis (9/11/2017).
Selain itu, banyaknya peraturan dari pemerintah daerah tentang larangan merokok di sejumlah tempat makin mempersempit bagi perokok untuk menghisap batang rokok.
Alasan klise, bahwa rokok merusak kesehatan masih menjadi tameng kuat bagi pemerintah untuk menyingkirkan para perokok aktif dengan menempelkan gambar dan tulisan “Merokok Membunuhmu” di setiap bungkus rokok.
“Pemerintah haruslah lebih manusiawi terhadap pelaku industri rokok, karena kini rencana pemerintah pada tahun depan dengan menaikkan cukai sebesar 10,04% sangat memberatkan masyarakat yang sehari-hari bergelut dan menggantungkan hidupnya dari tembakau,” tuturnya.
Kini industri rokok tradisional atau sigaret rokok tangan (SKT), perlahan mulai ditinggalkan sehingga semakin memperbanyak buruh rokok yang kehilangan pekerjaan.
Pemilik PT Sari Tembakau Harum Warik Sugriyanto mengatakan dulu dia bisa memproduksi rokok sebanyak 1,7 juta batang per hari dan kini hanya bisa memperoleh 600.000 batang rokok.
“Jumlah produksi rokok kini semakin menurun dari dulu awal buka pabrik ini mempunyai karyawan sebanyak 2.000 orang kini hanya menjadi 647 karena industri terus mengalami penurunan akibat mahalnya cukai rokok,” ujarnya.
Tahun ini saja, industri rokok di Jawa Tengah rata rata menurun sekitar 15%-20% dan ia tidak mempunyai banyak pilihan selain merumahkan para karyawan yang bekerja di PT Sari Tembakau Harum.
Sementara itu, diperkirakan hingga akhir tahun nanti produksi rokok akan berkurang 10 miliar batang yang semula 340 miliar per tahun kini hanya menjadi 330 miliar batang rokok.
Nuryanti, salah satu pegawai PT Sari Tembakau Harum menuturkan sudah lebih dari lima tahun bekerja sebagai buruh giling di pabrik rokok dan menggantungkan hidup dari industri rokok.
“Sebagai tulang punggung keluarga saya harus bisa menghidupi anak dan juga suami yang baru dipecat dari pekerjaannya sehingga jika harga rokok terus naik dan produksi turun, maka akan terancam tak mempunyai penghasilan dan menambahkan pengangguran,” ujarnya sambil menangis.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Tri Setyowati yang bekerja selama 11 tahun sebagai buruh, dulunya dapat menikmati penghasilan karena produksi cukup banyak namun kini ia dilanda rasa was-was.
“Setiap hari saya berdoa agar masih bekerja di sini, karena saya harus menghidupi dua anak sehingga jika tidak bekerja tentu akan sulit memenuhi kebutuhan sehari hari,” ungkap wanita paruh baya tersebut.
Mereka saat ini hanya bisa berharap kepada pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok karena ada 6 juta jiwa masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidup dari kepulan asap rokok.