Bisnis.com, KLATEN—Menjelang akhir 2017, bisnis properti belum mengalami perbaikan signifikan. Program Sejuta Rumah yang dicanangkan pemerintah pun belum bisa berjalan maksimal. Kendala perizinan masih menjadi permasalahan klasik yang tak kunjung terselesaikan.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Jateng, M. R. Priyanto, mengungkapkan penjualan properti, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih sangat rendah. Dari target pembiayaan rumah bersubsidi tahun ini sebanyak 5.000 unit, hingga Oktober hanya tercapai 1.964 unit. Sulitnya penjualan rumah subsidi karena perizinan yang masih sulit. Pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan, mulai dari paket ekonomi hingga peraturan menteri dalam negeri (permendagri).
Namun hingga saat ini, implementasinya masih sulit karena pemerintah daerah (pemda) harus melakukan revisi peraturan daerah (perda) yang membutuhkan waktu lama. Selain itu, ada aturan juga yang berbenturan dengan undang-undang, diantaranya adalah izin gangguan atau HO (hinder ordonantie) dan analisis dampak lalu lintas (andalalin).
“Banyak lahan di Soloraya yang siap dibangun, seperti Karanganyar, Klaten, dan Wonogiri tapi prosesnya [perizinan] rendet. Rata-rata izin keluar Oktober. Padahal dari izin turun sampai pembangunan butuh waktu sekitar empat bulan pembangunan sehingga penjualan baru bisa dilakukan tahun depan karena akad kredit baru bisa dilakukan setelah unit jadi,” ungkap Priyanto saat dihubungi JIBI, Senin (13/11/2017).
Selain itu, ketersediaan lahan juga menjadi kendala tersendiri karena semakin sulit menemukan lahan dengan harga terjangkau dan bisa digunakan untuk MBR di wilayah dekat kota. Oleh karena itu, dia mengaku cukup berat bagi FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk mengejar target hingga akhir tahun.
Namun dia mengungkapkan kondisi berbeda terjadi untuk penjualan rumah nonsubsidi. Penjualan rumah nonsubsidi hingga akhir bulan lalu telah mencapai lebih dari 2.500 unit dari target 3.500 unit di tahun ini. Menurut dia, harga rumah nonsubsidi untuk menengah bawah maupun menengah atas sama-sama memiliki pasarnya sendiri. Oleh karena itu, penjualan pun cukup bagus.
Ketua REI Soloraya, Anthony Abadi Hendro P., menyampaikan penjualan properti sangat berkaitan erat dengan regulasi. Oleh karena itu, pembangunan rumah sangat lamban. Dia mengaku, untuk mengurus izin lokasi saja membutuhkan waktu delapan bula, belum lagi izin site plan, izin mendirikan bangunan (IMB), dan pecah sertifikat baru mulai pembangunan.
“Di Soloraya total realisasi kredit rumah [subsidi dan nonsubsidi] sebanyak 2.700-an unit. Jumlah ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun lalu yang bisa mencapai 4.000 unit,” kata dia.
Menurut dia, sangat berat untuk mengejar target. Selain perizinan yang sulit, saat ini seluruh kabupate di Soloraya juga sedang membahas perda tata ruang yang kemungkinkan baru digedok Januari tahun depan dan diperkirakan Mei baru bisa proses pembangunan. Belum lagi di Klaten belum memiliki bupati definitive yang menyulitkan proses perizinan.
Tak hanya rumah subsidi, penjualan rumah komersil pun cenderung melambat. Meski begitu, dia mengaku optimistis penjualan akan langsung meningkat tajam ketika rumah subsidi mulai dibangun. Hal ini karena demand sangat tinggi.