Bisnis.com, SEMARANG—Sebanyak 2.500 buruh turun ke Jalan Pahlawan Semarang menunut upah layak 2018. Mereka menggelar aksi dangdutan, hingga orasi menolak upah murah di Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang.
"Kita dengan tegas menolak upah murah. Karena upah murah adalah rezim memiskinkan Indonesia. Ingat, subsidi listrik sudah dicabut, kita bayar listrik naikknya sudah 100 persen," terang Sekretaris DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Kota Semarang, Karmanto dalam orasinya di Jalan Pahlawan, Rabu (15/11/2017).
Karmanto menilai, penghitungan upah dalam kenaikan upah buruh tiap tahunnya selalu menimbulkan gejolak karena tak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Banyak regulasi yang dianggap tak berpihak kepada buruh, yang justru semakin menjauhkan pekerja dari kata sejahtera. Dalam tuntutannya, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang diajukkan untuk Kota Semarang sebesar Rp2,754 juta.
"Apindo sudah usul angka yang kurang layak kepada Walikota. Bahkan kalau tidak dipenuhi permintaannya, mereka akan intervensi dan melakukan gugatan di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Ingat ya, PTUN bukanlah segalanya," terang Karmanto.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang, Dedi Mulyadi mengaku melakukan gugatan ke PTUN tahun lalu. Hal tersebut dilakukan lantaran upah yang diajukan memberatkan kemampuan pengusaha.
"Saya harap tahun ini tidak sampai ada gugatan ke PTUN. Soal kabar saya intervensi dan sebagainya itu sudah biasa, itu desas desus. Kami memposisikan diri untuk mengikuti aturan,"ungkapnya.
Kenaikan upah yang diusulkan, kata Dedi, sesuai dengan perhitungan dalam PP 17 tahun 2015 dengan kenaikan 8,7 persen. Jika dinominalkan, maka usulan Apindo untuk UMK tahun 2018 Kota Semarang menjadi Rp2,3 juta.
Dalam aksi, perwakilan buruh beraudiensi dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah Wika Bintang, serta Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Jateng Edy Joko Pramono.