Bisnis.com, SEMARANG – Bisnis properti di Jawa Tengah (Jateng), bahkan semua daerah, kini sedang dihadapkan dengan turunnya daya beli masyarakat. Untuk itu, dukungan pemerintah dan perbankan mutlak diperlukan dalam upaya menaikkan kembali penjualan properti. Berikut wawancara Bisnis dengan Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Jateng MR Prijanto:
Bagaimana perkembangan bisnis properti di Jateng saat ini?
Perkembangan bisnis properti di Jateng saat ini sedang mengalami penurunan, akibat daya beli masyarakat yang kurang, khususnya untuk perumahan mewah menengah ke atas, sehingga properti Jateng turun lebih dari 30%.
Target yang dibebankan pemerintah, untuk membangun 10.000 rumah nampaknya sulit akan tercapai, karena hingga kini yang berhasil dikerjakan hanya 7.000 rumah per 5 Desember 2017.
Hal ini sangat mengherankan bagi kami anggota REI, karena pada 2016 target yang dibebankan oleh pemerintah, untuk membangun rumah sebanyak 7.000 unit bisa tercapai.
Pada waktu itu, rumah yang berhasil dibangun oleh anggota REI bisa mencapai 11.500 rumah, jauh melampaui target yang dibebankan pemerintah kepada REI Jateng.
Kendala apa yang dihadapi REI Jateng sehingga penjualan turun?
Kendala yang kami hadapi tahun ini adalah lambatnya perizinan oleh pemerintah. Contohnya, di beberapa kawasan seperti Solo Raya ada 6 developer yang siap membangun 2.000 unit rumah. Namun belum bisa melakukan pembangunan karena izin yang terhambat, tak terkecuali beberapa kota seperti Wonogiri, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Kabupaten Semarang, dan Pati, ada beberapa developer yang terhambat.
Selain itu, pembiayaan dari pemerintah sebenarnya tahun ini telah terpenuhi, karena dana yang dikeluarkan sebesar Rp5,3 triliun baru terserap sekitar Rp1,8 trilun hingga akhir Oktober. Jika ditelaah nanti akan diketahui kendala utama turunnya penjualan.
Upah minimum provinsi (UMP) yang dirasa terlalu rendah membuat daya beli masyarakat kurang begitu menggembirakan. Kisaran UMP hanya Rp1,4 juta dengan cicilan rumah mencapai Rp800.000 dirasa menjadi salah satu kendala turunnya penjualan properti tahun ini.
Untuk penjualan rumah mewah juga turun, karena biasanya jika ada pameran target penjualan tercapai di tahun ini cenderung sepi hanya 50% dari target yang telah ditetapkan oleh masing-masing pengembang.
Faktor lain yang menghambat perkembangan properti di Jateng?
Pemerintah daerah jangan cuma membentangkan akses spesial bagi pengembang nasional tetapi pengembang lokal juga harus diperhatikan, karena jika kondisi ini terus terjadi, pemain lokal hanya bisa menonton saja.
Pengembang nasional dengan modal yang kuat, triliunan, tentu tidak sulit bagi mereka membayar semua biaya dengan gampang, lahan dengan mudah didapatkan. Dengan uang besar yang mereka bawa, tentu pengembang lokal main di pinggiran saja. Coba liat pengembang lokal yang bisa eksis di Semarang tentunya tidak banyak.
Stimulus seperti apa yang dibutuhkan industri properti agar lebih maju?
Saat ini yang dibutuhkan oleh pengusaha properti adalah dukungan dari pemerintah untuk mempermudah perizinan, terutama di kota-kota kecil seperti di eks Karesidenan Solo. Selain itu, bantuan pembangunan prasarana umum (PSU) juga bisa menjadikan sebuah daerah dapat berkembang, sehingga para developer tidak ragu untuk membangun unit perumahan.
Seharusnya pemerintah memenuhi PSU sesuai apa yang dibangun oleh pengembang. Sementara itu, di Jateng hanya ada 2 developer dengan 200 unit rumah yang mendapatkan PSU dari pemerintah. Ini tentunya sangat kecil untuk diberikan.
Kemudian, bunga KPR yang diberikan sebesar 5% dengan uang muka 1% sudah cukup, membantu memang. Kalau memungkinkan harga rumah naik 5% khusus rumah tipe masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Perlu diimbangi bahwa UMP harus juga naik, jadi tidak sulit untuk masyarakat memiliki rumah.
Jika merujuk data yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng, upah murah bukan satu-satunya daya tarik investor untuk menanamkan modal di Jateng. UMP naik di 2018 nanti juga bisa menjadi bahan bagi pengembang agar masyarakat untuk mengambil rumah.
Para pengembang berharap adanya penyederhanaan, regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga bisa memperbanyak peluang bagi para developer agar mudah mengembangkan usahanya.
Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk membangkitkan properti di Jateng?
Pemerintah menggenjot untuk penyediaan rumah, khususnya bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan mendatangi beberapa kabupaten/ kota bagi PNS yang ingin membeli rumah. Sementara itu, untuk kalangan menengah ke atas, masyarakat harus bersiap terlebih dahulu, karena kenaikan rumah diperkirakan mencapai 17%. Jika masyarakat menunda, pembelian malah akan semakin tidak terkejar, karena properti akan terus naik jika tidak membeli sekarang akan rugi di kemudian hari.
Untuk rumah susun di 2017 cukup lambat, dan diharapkan tahun depan pemerintah bekerjasama dengan REI, kembali banyak membangun rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat yang kurang mampu.
REI saat ini membantu pemerintah dalam penyediaan rumah untuk penduduk Jateng dalam rangka mewujudkan impian membangun 1 juta rumah. Namun, pemerintah harus melakukan penyederhanaan perizinan baik dengan penyedia pembiayaan PSU maupun pembiayaan lain yang berkaitan dengan perumahan. Hanya saja bisnis properti haruslah ditindaklanjuti baik dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota supaya bisa bersinergi.
Kami juga menunggu regulasi dari pemerintah, melalui DPMPTSP yang akan membentuk satuan tugas (satgas), agar nantinya bertugas mengawasi jika ada kecurangan yang dilakukan oleh sejumlah oknum, bisa teratasi dengan sebaik mungkin. Kehadiran satgas nanti diharapkan memberi rasa aman kepada para developer yang melakukan perizinan untuk membangun properti di daerah mereka masing-masing.
Permasalahan utamanya adalah lahan dan biaya-biaya yang timbul. Dalam bisnis properti, semua biaya yang muncul dimasukkan ke dalam biaya tanah meliputi pajak, biaya infrastruktur, PBB, dan lainnya. Memang untuk penjualan properti turun hingga 30%. Namun tak semua turun, ada juga yang mengalami kenaikan, seperti di Semarang, beberapa industri properti justru naik karena bisa mengambil peluang pada tahun ini.
Bagaimana prediksi REI untuk sektor properti tahun depan?
Untuk bisnis properti di Jateng tahun depan kami optimistis akan naik ketimbang 2017, karena kini masyarakat mulai banyak yang melihat-lihat dan mendatangi gerai perumahan, guna menanyakan sekaligus mencari tipe rumah yang mereka inginkan. Kami bersiap-siap melayani konsumen, dengan beberapa strategi baru yang ada di tiap properti di Jateng.
Kami tahun depan menargetkan bisa membangun 8.600 unit rumah, sebab dari data yang sudah dihimpun oleh seluruh anggota REI sudah melakukan pembelian maupun pembebasan lahan. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan bertambah, tergantung dengan permintaan dari costumer akan adanya hunian yang mereka idamkan.
Sejumlah rumah tersebut, termasuk perumahan mewah maupun kerja sama antara REI dengan Kementerian PUPR, untuk pengadaan rumah bagi MBR dan belum memiliki rumah.
Selain itu, REI juga harus melihat tren terkini, tak terkecuali dengan teknologi, apa yang bisa mempercepat pembangunan dengan bujet yang minim, maupun membuat model rumah kekinian. Saat ini, para pasangan muda lebih menyukai rumah dengan desain sendiri, karena menurut mereka bisa mengekspresikan jiwa yang dimiliki, dan mengaplikasikan ke dalam rumah yang akan ditempati nantinya.
Dengan banyaknya apartemen, apakah berpengaruh terhadap penjualan rumah tapak di Jateng?
Meskipun banyak apartemen, khususnya di kota besar seperti Semarang, namun tidak memengaruhi daya beli masyarakat akan properti. Sebab, masyarakat lebih cenderung memilih rumah, ketimbang apartemen karena lebih luas dan bisa melakukan dekorasi sesuai dengan keinginan.
Sementara untuk penjualan apartemen di Jateng juga turun tak jauh berbeda dengan rumah tapak sebab untuk tahun ini minat masyarakat untuk membeli hunian cenderung lesu, meskipun tak sedikit juga yang membeli properti tahun ini.
Mengenai 2018 sebagai tahun politik, apakah akan ada gejolak pada penjualan properti?
Biasanya di tahun politik kecenderungan masyarakat banyak melakukan euforia karena akan memilih pemimpin baru. Namun, kecenderungan Jateng yang tidak begitu panas pada pemilu serentak yang berlangsung tahun depan. Nampaknya tidak akan berimbas banyak terhadap perekonomian masyarakat.
Kami dari REI optimistis, di tahun politik nanti perekonomian masyarakat naik sehingga daya beli meningkat untuk membeli rumah sebagai salah satu kebutuhan hidup.
Bagaimana dukungan dari perbankan terhadap industri properti di Jateng?
Ini juga jadi persolan bagi pengembang lokal saat mengajukan kredit konstruksi. Perbankan itu kecenderungannya hanya memberikan akses yang luar biasa mudah bagi perusahaan nasional maupun nonpribumi. Saat aset kami yang ditaksasi, nilainya jauh lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan nonpribumi. Perbankan memberikan kita penawaran, tetapi penawaran untuk ditolak. Sangat timpang sebenarnya.
Lain halnya jika saat penjualan, perbankan agresif menawarkan fasilitas KPR melalui mereka. Giliran saat kami mengajukan kredit konstruksi, mereka menghilang semua, setengah hati melayani. Lucu kalo kayak gini. Minta KPR cepat, tapi saat pengajuan kredit konstruksi prosesnya lama dan sulit. Jadi, banyak hal yang membutuhkan perhatian khusus untuk sektor properti Jateng, mulai dari dukungan pemerintah daerah, pemerataan akses bagi pengembang lokal, hingga itikad baik perbankan jadi kuncinya.