Bisnis.com, SEMARANG – Para pengembang apartemen meyakini bahwa kepemilikan hunian vertikal akan semakin akrab dan kian diterima oleh masyarakat Jawa Tengah seiring dengan perubahan gaya hidup.
Kepala Pemasaran Tamansari Cendekia Hadi Kusnidar mengatakan, permintaan akan hunian vertikal terus tumbuh. Akan tetapi, calon pembeli cenderung lebih berhati-hati sebelum menempatkan investasinya di sektor ini.
“Kami punya database daftar tunggu yang banyak, tetapi mereka meminta dihubungi setelah adanya progres pembangunan. Kalau berjalan mereka akan membeli,” kata Hadi.
Pilihan calon penghuni apartemen di Semarang yang lebih hati-hati ini, kata dia, dikarenakan terdapat sejumlah pengalaman bahwa apartemen yang dijanjikan untuk serah terima tidak sesuai dengan waktu kesepakatan. Ada juga pengembang yang bahkan gagal membangun proyek.
Tamansari Cendekia sendiri, katanya, menargetkan serah terima kunci kepada penghuni pada akhir Desember 2019. Adapun saat ini yang sudah terjual mencapai 20% dari 860 unit tower pertama.
Sementara itu, secara keseluruhan, apartemen yang terdiri dari dua tower ini akan memiliki 1.707 unit. “Tahun depan rencananya kami memulai pembangunan tower kedua,” katanya.
Optimisme pembangunan tower kedua ini seiring dengan semakin tingginya permintaan yang masuk, terutama pada triwulan IV/2017. Apalagi, seiring dengan proyeksi ekonomi Jawa Tengah yang terus menguat, permintaan diyakini akan mulai bertumbuh.
Untuk mempercepat penjualan, Tamansari mengembangkan model penjualan borongan agar unit yang tersedia cepat terserap oleh pasar. Pembeli, katanya, dapat memesan satu tower sekaligus atau hanya memesan satu lantai. Meski begitu, penjualan yang menyasar pengguna juga terus digalakkan.
Apalagi, pihaknya menyediakan beragam model pembiayaan bagi calon pembeli. Mulai dari kredit kepemilikan apartemen (KPA), tunai bertahap hingga tunai keras. “Untuk KPA kami telah bekerja sama hampir dengan seluruh bank,” ujarnya.
Keyakinan akan tumbuhnya minat masyarakat Jawa Tengah akan pasar hunian vertikal juga disampaikan oleh Project Director PP Properti Siswandy Djamaluddin.
Dia mengatakan, dengan semakin mahalnya harga tanah di Semarang maka hunian vertikal menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, saat ini untuk mendapatkan tanah yang cukup luas guna mengembangkan rumah tapak di Kota Semarang relatif sulit.
Pengembang harus melihat daerah pinggiran agar memperoleh ukuran lahan yang ideal untuk mengembangkan real estat.
GEBRAKAN PPRO
Siswandy, dalam kesempatan terpisah, mengatakan bahwa PT PP Properti Tbk. (PPRO) menyiapkan 5.000 unit apartemen untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta hingga 2019.
Guna merealisasikan target ini, perusahaan memperkirakan dapat menanamkan modal hingga Rp3 triliun. Adapun, proyek yang disiapkan meliputi empat lokasi seperti tiga proyek di Kota Semarang dan satu proyek di Yogyakarta.
“[Kami menyiapkan] Amartha View dua tower, The Alton tiga tower. Tahun depan [rencananya] tiga tower lagi di kawasan Setiabudi, Semarang. Kemudian di daerah Yogya [rencananya] sekitar dua tower,” katanya.
Dia mengatakan, tingginya animo masyarakat dalam menyerap hunian vertikal ini tidak lepas dari konsep yang ditawarkan oleh perusahaan dan pemilihan lokasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu, edukasi pasar yang dilakukan perusahaan menyebabkan masyarakat tertarik untuk mendapatkan unit hunian vertikal.
“Kami mencoba ke daerah yang baru mengenal hunian vertikal. Ternyata, market-nya bagus. [Ini tidak lepas dari kemampuan perusahaan] melihat kebutuhan dan investor yang membaca perkembangan kota,” katanya.
Dia mengatakan bahwa PTPP mengincar segmen menengah dan menengah bawah untuk proyek di Jawa Tengah ini.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit, dalam kesempatan berbeda, mengatakan bahwa hingga 2018 produk dengan kisaran harga Rp500 juta akan menjadi yang terlaris di pasaran.
Segmen hunian tersebut, lanjutnya, diperkirakan mengambil porsi pasar mencapai 80%, sedangkan 20% diprediksi untuk penjualan produk hunian di atas Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar.