Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menginstruksikan kepada pemenang lelang proyek pipa gas ruas Cirebon-Semarang dan ruas Kalimantan-Jawa II untuk segera memulai proses pembangunan pada tahun ini.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan pihaknya telah beberapa kali memanggil PT Rekayasa Industri (Rekind) dan PT Bakrie & Brotehrs Tbk sebagai pemenang lelang untuk menagih komitmen keduanya dalam membangun proyek tersebut. Bahkan BPH Migas telah memberikan ultimatum kepada Rekind terkait hal ini.
Rekayasa Industri menjadi pemenang tender proyek pipa gas Cirebon-Semarang. Sementara itu, ruas Kalimantan-Jawa (Kalija) II dikerjakan oleh Bakrie & Brothers.
“PT Rekind sudah kami ultimatum dan mereka sudah sepakat bulan Juli 2018 sudah groundbreaking ,” ujar Fanshurullah di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Rekind, katanya, telah melakukan pertemuan dengan BUMD di Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta telah sepakat bekerja sama dengan PT Pertamina Gas (Pertagas) dalam membangun pipa gas tersebut.
Dia menuturkan, bila Rekind tidak melaksanakan komitmen pembangunan pada pertengahan tahun ini, BPH Migas tidak segan memutuskan untuk melelang ulang atau menunjuk badan usaha lainnya untuk menggarap proyek pipa gas Cirebon-Semarang.
“Jadi kalau sampai Juli 2018, Rekind tidak mau melaksanakan itu, maka BPH Migas melalui sidang komite bisa memutuskan mencabut itu dan melelang ulang. Begitu juga dengan Kalija, PT Bakrie, kami minta juga untuk berkomitmen,” katanya.
Proyek pipa Cirebon-Semarang merupakan bagian dari proyek integrasi pipa gas trans-Jawa. Adapun, proyek trans-Jawa terdiri atas tiga proyek utama, yaitu Jawa bagian barat dengan nilai investasi US$300 juta dengan jalur Cirebon-Kandang Haur Timur (KHT) sepanjang 84 km dan Tegalgede-Muara Tawar 50 km.
Kedua, Jawa bagian utara senilai US$400 juta dengan jalur Cirebon-Semarang sepanjang 235 km. Ketiga, Jawa bagian timur senilai US$360 juta dengan jalur Semarang-Gresik sepanjang 271 km dan East Java Gas Pipeline (EJGP)-Grati senilai US$58 juta dengan panjang 22,1 km.
Kepastian kelangsungan proyek tersebut terus dipertanyakan. Pasalnya, sejak lelang dimenangkan pada 2006, proyek pipa gas itu belum menunjukkan perkembangan.
Proyek ruas pipa Cirebon-Semarang dan ruas Kalimantan-Jawa II, disebut-sebut lama mangkrak karena terkendala pasokan gas dan pembeli.
Fanshurullah menilai bahwa seharusnya kepastian pasokan gas dan pembeli tidak menjadi kendala dalam pembangunan.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan harus berani menjadi pengambil risiko.
“Contoh Turki itu tidak punya gas, tetapi posisinya strategis, pertemuan Eropa dan Rusia. Turki bangun aja ke sana, akhirnya ketika Eropa butuh gas semua lewat pipa dia,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa posisi pipa Cirebon-Semarang dinilai sangat strategis dengan melihat banyaknya pembangunan infrastruktur dan kawasan industri di wilayah tersebut.
Terkait dengan pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang, bila proses peletakan batu pertama dapat terealisasi pada Juli 2018, Fanshurullah memperkirakan, pengoperasian dapat dilakukan 1 tahun—1,5 tahun kemudian.
PT Rekayasa Industri membuka opsi untuk mengalirkan pasokan gas dari Lapangan Jangkrik pada pipa gas transmisi ruas Cirebon-Semarang.
Rekayasa Industri menyatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan proses pembangunan pipa gas tersebut.
Pasokan gas yang akan dialirkan pada ruas pipa tersebut akan berasal dari Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau di Selat Makassar berupa gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).
Bila menggunakan pasokan LNG, perusahaan butuh fasilitas regasifikasi di sekitar Cirebon dan Semarang. Sementara itu, fasilitas regasifikasi terdekat yang ada saat ini berada di pantai utara Jawa sebelah barat milik PT Nusantara Regas.
Dengan asumsi pengerjaan fisik selama 33 bulan, pipa gas tersebut ditargetkan mulai mengalirkan gas pada 2020.
Sebelumnya, pembangunan ruas pipa itu terkendala karena belum adanya kepastian pembeli gas dan sumber pasokan gas. Alhasil, selang 11 tahun, proyek urung diselesaikan.