Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hemat 50% Operasional, SIDO Gunakan Energi dari Limbah Jamu

Bugarnya kinerja PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) bukan hanya ditopang peningkatan penjualan, tetapi juga stragi penghematan yang mujarab.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, SEMARANG—Bugarnya kinerja PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) bukan hanya ditopang peningkatan penjualan, tetapi juga stragi penghematan yang mujarab.

Pencapaian itu setidaknya terlihat dalam kinerja SIDO pada semester I/2019. Perusahaan membukukan pendapatan Rp1,41 triliun, tumbuh 10,67% year on year (yoy) dari semester I/2018 senilai Rp1,27 triliun.

Laba bersih meningkat lebih tajam, yakni 28,22% yoy menjadi Rp374,12 miliar dari sebelumnya Rp291,77 miliar. Marjin laba bersih (Net Profit Margin/ NPM) pun naik menuju 26,53% dari semester I/2018 sebesar 22,89%.

Pertumbuhan NPM SIDO per Juni 2019 terbilang wajar. Pasalnya, beban pokok penjualan pada semester I/2019 hanya naik 2,11% yoy menuju Rp651,92 miliar dari sebelumnya Rp638,46 miliar.

Kepala Bagian Humas Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Bambang Supartoko menyampaikan, setiap sebulan sekali perusahaan mengadakan rapat untuk mengevaluasi kinerja operasional. Salah satu tujuan rapat ialah mengefisienkan pos-pos dalam tahap produksi dan distribusi.

Satu pos yang paling memakan banyak biaya operasional ialah energi. Oleh karena itu, SIDO memanfaatkan limbah hasil olahan sebagai bahan bakar Energi Baru Terbarukan (EBT).

“Saat ini, dengan pemanfaatan pengolahan limbah hasil olahan jamu, kita bisa menghemat pemakaian bahan baku energi hingga 50%. Ini sangat signifikan mengefisienkan operasional,” tuturnya saat Bisnis berkunjung ke pabrik SIDO di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2019).

Limbah hasil produksi dapat berupa barang cair dan padat. Yang cair diolah menjadi biomassa, sedangkan yang padat dibentuk menjadi briket dan palet kayu.

Hasilnya sangat memuaskan, karena kalori yang dihasilkan briket dan palet kayu mencapai 4.400 Kcal/kg, sedangkan biomassa 3.500—3.700 Kcal/kg. Pembakarannya pun 100% menjadi energi, berbeda dengan batu bara yang hanya 80%.

Sebagai perbandingkan, batu bara untuk PLTU biasanya menggunakan daya 4.800 Kcal/kg. Namun, penggunaan EBT tentunya jauh lebih ramah lingkungan, sehingga diharapkan dapat mendukung SIDO mendapatkan penghargaan Proper Emas.

Ke depannya, sambung Bambang, perusahaan melihat peluang kerja sama dengan Kementerian PUPR dan pihak ketiga untuk memanfaatkan eceng gondok di Danau Rawa Pening.

Tumbuhan yang menjadi hama itu dapat diolah menjadi bahan bakar EBT. Oleh karena itu, pengambilan eceng gondok dapat dilakukan secara gratis, tetapi tetap membutuhkan ongkos operasional dan distribusi.

“Ini yang kita coba sinergikan dengan PUPR dan pihak swasta lain agar eceng gondok ini termanfaatkan. Karena tanaman ini mengganggu keindahan danau sebagai tempat wisata dan perikanan,” imbuhnya.

Selain energi, penghematan lain yang dilakukan SIDO ialah mendirikan anak usaha dibidang kemasan, yakni PT Muncul Putra Offset. Seluruh kemasan produk Sido Muncul, mulai dari saset Kuku Bima hingga dus besar untuk distribusi, berasal dari anak usaha itu.

Dengan perhitungan sekilas, kapasitas pabrik lama Cairan Obat Dalam (COD) I sebesar 80 juta saset per bulan, maka dibutuhkan 80 juta pembungkus plastik, jutaan bungkus kertas isi 12 saset, dan jutaan dus.

Strategi melakukan penghematan yang dilakukan SIDO ternyata juga memunculkan inovasi produk, yang berarti sumber pendapatan baru. Hasil olahan produksi jamu misalnya, selain digunakan untuk bahan bakar EBT, juga dapat diolah menjadi pupuk.

Pupuk tersebut dijual secara komersil, baik dalam bentuk padat maupun cair, dengan merek Herbafarm dan Biofarm. Bisnis pupuk yang dipegang anak usahanya, PT Sidomuncul Pupuk Nusantara, bahkan sudah mengekspor ke Amerika Serikat dan Rusia.

Seakan tak mau kalah, PT Muncul Putra Offset pun juga sudah melakukan penjualan jasa kemasan dan percetakan ke pihak selain Group Sido Muncul.

Poin Racikan Hemat Ala Sido Muncul
1.    Mengolah limbah olahan produksi jamu menjadi bahan bakar, sehingga menghemat 50% biaya energi.
2.    Olehan limbah juga dibuat pupuk yang komersial, bahkan sudah diekspor ke AS dan Rusia
3.    Mengoptimalkan anak usaha di bidang kemasan untuk menopang bisnis utama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper