Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jawa Tengah Menunda Penggunaan Bom Air di Merbabu

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah menunda penggunaan water bombing guna memadamkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Gunung Merbabu dan Gunung Sumbing.
Kobaran api kebakaran hutan lereng Gunung Merbabu terlihat dari Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (13/9/2019). Berdasarkan data Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM) hingga Jumat siang, sekitar 225 hektare lahan terbakar di wilayah konservasi taman nasional serta merusak jaringan pipa air dari sumber mata air Gunung Merbabu menuju permukiman warga./Antara-Aloysius Jarot Nugroho
Kobaran api kebakaran hutan lereng Gunung Merbabu terlihat dari Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (13/9/2019). Berdasarkan data Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM) hingga Jumat siang, sekitar 225 hektare lahan terbakar di wilayah konservasi taman nasional serta merusak jaringan pipa air dari sumber mata air Gunung Merbabu menuju permukiman warga./Antara-Aloysius Jarot Nugroho

Bisnis.com, SEMARANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah menunda penggunaan water bombing guna memadamkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Gunung Merbabu dan Gunung Sumbing.

Kepala BPBD Jateng, Sudaryanto, menuturkan penundaan penggunaan water bombing karena para relawan saat ini sedang berupaya memadamkan api secara langsung.

"Penggunaan water bombing dipending karena bisa diselesaikan dengan manual. Dengan (sinergi) relawan, TNI Polri dan dari Perhutani," kata Sudaryanto Senin (23/9/2019).

Dia menambahkan, ditundanya penggunaan water bombing karena helikopter masih ada di Kalimantan dan Sumatera untuk memadamkan Karhutla. Selain itu, ketersediaan air dan titik pendaratan juga harus diperhatikan.

"Jangan sampai (sumber air) nggak ada. Angin besar juga jadi kendala. Kemudian SUTET ada atau enggak," ujarnya.

Tak hanya itu, kendala bea operasi Heli Water Bombing yang mahal juga jadi pertimbangan pihaknya. Meski sebenarnya penggunaan water bombing ini ideal untuk pemadaman di wilayah pegunungan.

"Paling tidak Rp500 juta, operasi per jam Rp200 juta. Padahal setidaknya 2 sampai 3 jam terbang untuk pemadaman," katanya.

Sudaryanto menyebut, relawan yang masih pemadaman juga sedang memetakan wilayah dengan menggunakan drone. Termasuk untuk mendeteksi titik api.

Pihaknya juga harus memastikan pasokan logistik bagi tim pemadaman tercukupi. Sebab, dalam aktivitas pemadaman yang paling utama adalah kesehatan fisik para relawan. Mudah-mudahan akhir Oktober bisa turun hujan. Sehingga padam gunung-gunung yang terbakar," katanya. (k28)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper