Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyaluran Kredit di Yogyakarta Cenderung Seret

Tingkat LDR (Loan to Deposits Ratio) atau rasio total kredit terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK) di DI Yogyakarta cenderung rendah, yakni sekitar 63 persen--65 persen.

Bisnis.com, YOGYAKARTA—Tingkat LDR (Loan to Deposits Ratio) atau rasio total kredit terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK) di DI Yogyakarta cenderung rendah, yakni sekitar 63 persen--65 persen.

Hilman Tisnawan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, menyampaikan tingkat LDR di perbankan Yogyakarta yang rendah sudah bukan cerita baru. Artinya, di Kota Gudeg tersebut lebih banyak orang yang menyimpan uang dibandingkan menggunakannya dalam bentuk kredit.

“Saat ini LDR 63,15 persen, rata-rata berkisar 63 persen-65 persen. Memang rendah dari dulu,” tuturnya kepada Bisnis di Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Selasa (15/10/2019).

Kendati tingkat LDR cenderung rendah, bukan berarti para pengusaha di Yogyakarta cenderung melambatkan ekspansi. Menurut Hilman, pelannya laju kredit disebabkan lebih banyak pebisnis yang melakukan peminjaman di bank kantor pusat.

Sebagai contoh, PT Angkasa Pura I (Persero) yang mengembangkan Bandara Kulon Progo senilai Rp10,5 triliun. Mayoritas kredit berasal dari kantor perbankan pusat di Jakarta, dibandingkan di Yogyakarta seperti dari Bank Pembangungan Daerah (BPD) DIY.

“LDR dan pelannya kredit bukan berarti tidak ada ekspansi di Yogyakarta. Namun, penyebab utamanya bisa jadi kredit diajukan ke bank kantor pusat, bukan dari cabang Yogyakarta,” imbuhnya.

Sepanjang 2019, rata-rata pertumbuhan kredit perbankan di Yogyakarta berkisar 7 persen, atau sedikit di atas peningkatan DPK. Namun, pertumbuhan kredit itu menurun dibandingkan 2018 yang mencapai 12 persen.

Penurunan pertumbuhan kredit, sambung Hilman, bisa jadi disebabkan imbas pengaruh kondisi global yang berfluktuasi, sehingga memengaruhi investasi dan ekspansi pelaku usaha di Yogyakarta.

Sementara itu, sejumlah sektor yang menopang kredit secara berurutan ialah modal kerja, konsumsi, investasi, dan properti. Bila ditelisik lebih jauh, kredit konsumsi bukan murni untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga pinjaman untuk modal usaha UMKM.

Salah satu ciri UMKM ialah arus kas usaha yang bercampur dengan keuangan rumah tangga. Jadi, pertumbuhan kredit konsumsi juga dapat dikatakan sebagai peningkatan produktivitas, khususnya UMKM.

“Sebetulnya banyak yang pinjam untuk modal atau mengembangkan usahanya. Namun, keuangan UMKM kebanyakan masih blur, tercampur dengan keuangan pribadi atau rumah tangganya,” ujarnya.

Adapun, untuk sektor properti, tipe yang paling diminati konsumen adalah tipe menengah dengan ukuran 36 m2—70 m2. Hal ini mengindikasikan pembelian untuk rumah kedua, dibandingkan rumah pertama tipe kecil 21 m2, cenderung lebih bertumbuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper