Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law: Daerah Terancam Ompong, Jateng Tetap Optimis

BPPD Jateng yakin Omnibus Law Perpajakan tak merugikan daerahnya. Pasalnya, besaran tarif pajak daerah ditentukan secara otonom, meski nantinya akan dievaluasi pemerintah pusat agar tidak bertentangan dengan nasional.
Ilustrasi/bppd.malangkota.go.id
Ilustrasi/bppd.malangkota.go.id

Bisnis.com, SEMARANG - Intervensi dan penetapan tarif pajak daerah berpotensi membatasi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD).

Kendati demikian, Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Tengah, Tavip Supriyanto, mengatakan bahwa intervensi dan penetapan tarif yang terdapat dalam Omnibus Law Perpajakan tersebut telah mempertimbangkan sejumlah aspek.

"[Jadi] omnibus law intinya adalah memangkas jalur birokrasi terkait dengan perizinan dan investasi," kata Tavip kepada Bisnis, Senin (17/2/2020).

Tavip memisalkan soal penentuan tarif, klausul dalam Omnibus Law Perpajakan memang memberikan kewenangan tarif pajak daerah melalui peraturan presiden (perpres).

Namun, daerah juga berhak menentukan berapa tarif yang akan dipakai dengan standart dari pusat. Karena berkaitan langsung dengan peluang investasi dan kepastian berusaha.

"Terkait dengan intervensi pusat, bahwa pusat mempunyai tugas untuk melakukan monitoring dan evaluasi atas perda yang diterbitkan daerah," imbuhnya.

Seperti diketahui, dalam Rancangan Omnibus Law Perpajakan, ada dua kewenangan baru. Yakni penentuan tarif atas pajak daerah secara nasional serta pelaksanaan evaluasi terhadap Perda yang menghambat kemudahan berusaha.

Pemerintah pusat bakal dapat menetapkan tarif tertentu yang berbeda dengan tarif pajak daerah yang telah ditetapkan dalam Perda. Penetapan tarif diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) dan Pemda wajib menerapkan tarif baru dalam waktu 3 bulan setelah Perpres ditetapkan.

Terkait evaluasi, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengevaluasi Rancangan Perda pajak daerah serta Perda dan aturan pelaksanaan pajak daerah yang telah ditetapkan.

Atas Rancangan Perda pajak daerah, diatur bahwa Rancangan Perda yang telah disetujui oleh DPRD dengan kepala daerah wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menter Dalam Negeri untuk dievaluasi.

Dalam hal ini, Menteri Keuangan mengevaluasi Rancangan Perda untuk menguji kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional.

Hasil evaluasi Menteri Keuangan diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri dengan dua opsi rekomendasi. Pertama, penetapan rancangan perda dapat dilanjutkan karena sudah sesuai. Kedua, rancangan perda disesuaikan dengan hasil evaluasi karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kebijakan fiskal nasional.

Menteri keuangan juga melakukan pengawasan dan melakukan evaluasi atas Perda pajak daerah yang telah berlaku dan disebutkan apabila hasil evaluasi menyatakan bahwa Perda Pajak Daerah menghambat kemudahan berusaha, maka pemda wajib melakukan perubahan yang pelaksanaannya paling lama 6 bulan setelah terbitnya evaluasi.

BPPDJateng  cukup optimistis, substansi pajak daerah yang diatur dalam Omnibus Law Perpajakan tak banyak berpengaruh terhadap pemungutan dan optimalisasi PAD Jateng. Apalagi, saat ini, ada beberapa terobosan kebijakan yang bisa mengoptimalkan penerimaan daerah.

"Optimalisasi pendapatan kita lakukan dengan mendekatkan pelayanan ke masyarakat dan menambah kanal-kanal pembayaran," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Andya Dhyaksa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper