Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gotong Royong Membangun Jawa Tengah

Di sektor pangan, salah satu program yang sudah berhasil diwujudkan menggunakan strategi gotong royong pembiayaan adalah pembangunan 1.000 embung.
Pantauan udara proses pengerjaan pembangunan embung di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Proyek tersebut dibiayai oleh Dana Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemprov Jateng 2022. /Foto: Istimewa
Pantauan udara proses pengerjaan pembangunan embung di Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Proyek tersebut dibiayai oleh Dana Bantuan Keuangan (Bankeu) Pemprov Jateng 2022. /Foto: Istimewa

Bisnis.com, SEMARANG — Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Tengah masih mengalami kontraksi sebagai dampak lanjutan dari pandemi Covid-19.  Dibutuhkan strategi yang tepat untuk memastikan program-program prioritas tetap berjalan di tengah kondisi anggaran yang terbatas.

APBD Jateng 2023 ditetapkan Rp25,73 triliun. Jumlah tersebut sudah meningkat dibandingkan tahun lalu, namun belum sepenuhnya pulih. Sebelum pandemi Covid-19, APBD Jateng sempat menyentuh Rp28,30 triliun pada 2019.

Dalam kondisi ruang fiskal yang sempit, amunisi untuk membiayai pembangunan di daerah pun menjadi terbatas. Oleh karena itu, prioritas kebijakan menjadi sangat penting karena tidak semua hal bisa dilakukan. Pemerintah daerah dituntut kreatif menggali sumber dana di luar APBD.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menggunakan strategi gotong royong untuk mewujudkan sejumlah program di wilayah ini. Tak hanya mengandalkan APBD, program-program di Jateng banyak ditopang oleh dukungan pendanaan dari pemerintah pusat melalui APBN, gotong royong bersama pemerintah kota/kabupaten, dibantu Dana Desa, disokong oleh dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, didukung oleh sebagian dana zakat, maupun sumber dana lainnya.

Dalam Rapat Paripurna dengan DPRD Jateng terkait dengan penjelasan Gubernur mengenai RAPBD 2023,  Ganjar mengatakan akan mengoptimalkan anggaran untuk memberikan stimulan guna menggerakkan perekonomian Jateng khususnya di sektor energi dan pangan, juga upaya pengentasan kemiskinan.

“Kebijakan pemerintah provinsi Jawa Tengah akan diarahkan pada antisipasi tekanan inflasi terutama inflasi terkait energi dan pangan,” ujarnya, Selasa (22/11/2022). 

Di sektor pangan, salah satu program yang sudah berhasil diwujudkan menggunakan strategi gotong royong pembiayaan adalah pembangunan 1.000 embung. Program tersebut dicanangkan pada 2015 dengan tujuan mengatasi kesulitan air bersih dan kekeringan lahan pertanian desa. Hingga kini, telah terealisasi 1.135 embung yang tersebar di berbagai wilayah di Jateng.

Menurut Ganjar, pembangunan embung menjadi katalis untuk memperkuat ketahanan pangan Jateng, sekaligus menjaga keberlangsungan ekonomi di tingkat desa. Keberadaan embung diharapkan mampu menjaga suplai air pertanian dan perikanan, sekaligus berfungsi sebagai pengendali banjir, konservasi air, juga sebagai air baku. Oleh karena itu, ia berupaya menghimpun berbagai dukungan untuk merealisasikannya.

“Apakah cukup ditangani Pemprov Jateng sendiri? Jelas tidak. Maka kita gandeng pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, perusahaan, sampai filantropis untuk turut serta memperkuat program itu,” ujarnya.

 Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meninjau proses pembangunan embung di Desa Kalibareng, Patean, Kendal.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meninjau proses pembangunan embung di Desa Kalibareng, Patean, Kendal.

PENAJAMAN ANGGARAN

Di tengah kondisi fiskal yang belum pulih, anggaran belanja harus diatur dengan seksama agar tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat, sekaligus tetap menjaga peran APBD sebagai salah satu stimulan untuk menggerakkan perekonomian daerah.

Pemotongan anggaran jelas tidak terelakkan. Dalam kondisi seperti ini, penajaman alokasi anggaran menjadi sangat penting.

Sejak pandemi, belanja pegawai menjadi salah satu mata anggaran yang dipangkas paling banyak. Dari Rp7,16 triliun sebelum Covid-19 pada 2020, berkurang sekitar Rp1 triliun pada 2021 menjadi Rp6,10 triliun. Pada 2022, anggaran belanja pegawai pun belum banyak berubah meskipun sudah mulai meningkat.

Belanja modal juga mengalami kontraksi cukup dalam, berkurang hampir 50% dari masa sebelum pandemi. Pada 2022, anggaran belanja modal yang terdiri atas belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, jaringan, irigasi, aset tetap lain dan aset lainnya juga belum kembali pulih seperti sedia kala.

Di tengah keterbatasan yang ada, Pemprov Jateng masih berupaya mempertahankan anggaran belanja barang dan jasa, bahkan sejak pandemi justru anggarannya ditambah. Sejak 2021, Pemprov juga mengisi mata anggaran subsidi.

Ekonom Universitas Negeri Semarang (Unnes) Avi Budi Setiawan mengapresiasi langkah tersebut. Menurutnya, penajaman alokasi anggaran menjadi prioritas.

Menurut Avi, dalam kondisi fiskal yang terbatas, program yang sifatnya ekspansif tidak bisa dilakukan, sehingga Pemprov harus fokus untuk memilih anggaran yang fungsinya untuk melindungi daya beli masyarakat seperti subsidi.

Di sisi lain, program pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah dalam jangka menengah dan panjang, tetap harus diupayakan agar tetap berjalan.

“Jika Jateng ingin pertumbuhan ekonomi tinggi maka investasi harus banyak masuk. Infrastruktur tetap harus terus dibangun. Namun untuk untuk belanja pembangunan, ada yang Provinsi tidak bisa handle dari sisi anggaran. Dalam hal ini harus didorong melalui anggaran dari pusat misalnya dari sisi land clearing, yang dibantu oleh Pemprov dalam hal kemudahan perizinan,”ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/11/2022).

Avi menilai sejumlah program infrastruktur berskala besar dapat dibiayai dengan beragam skema, seperti pembiayaan dari pemerintah pusat melalui Program Strategis Nasional (PSN). Beberapa proyek di Jateng sudah berjalan menggunakan skema tersebut, seperti pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang.

Setelah infrastruktur dasar terpenuhi oleh pembiayaan dari pusat, proyek tersebut dapat dilanjutkan dengan skema kerja sama pembiayaan modifikasi seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan program lainnya.

Sementara itu, untuk membangun proyek infrastruktur yang berskala lebih kecil seperti embung untuk pertanian ataupun revitalisasi pasar tradisional, Avi menyarankan sumber pendanaan bisa diambil dari kerja sama dengan BUMD, mengoptimalkan dana hibah, atau CSR.

“Pertumbuhan ekonomi tidak hanya bisa distimulasi dari APBD, karena APBD itu share-nya tidak besar, sehingga harus berpikir untuk menggali sumber daya lain,” lanjutnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper