Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi inti pada Agustus 2017 sebesar 2,98% mencatatkan posisi terendah sejak tiga tahun terakhir. Angka itu merepresentasikan pelemahan daya beli masyarakat di luar administered price dan volatile food.
Kendati demikian, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menepis anggapan soal pelemahan daya beli tersebut. Bagi pria yang kerap disapa Kecuk itu, konsumsi rumah tangga masih cukup kuat meski hanya 4,95%.
“Kalau lihat rilis pertumbuhan ekonomi kita, konsumsi rumah tangga masih cukup kuat. Jadi kalau melihat hal itu bukan penurunan daya beli,” kata Suhariyanto di Jakarta, Senin (4/9/2017).
Adapun berdasarakan catatan Bisnis, penurunan inflasi komponen inti tersebut akan tampak apabila membandingkannya dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2015 komponen inflasi inti berada di atas 4,92% dan pada 2016 3,32%.
Suhariyanto menambahkan, kalau dilihat berdasarkan inflasi bulananya patern ini mendekati situasi pada 2015. Pada tahun tersebut lebaran terjadi pada bulan Juli, kemudian baru deflasi dua bulan kemudian. Selain itu, kenaikan harga listrik 900 Kwh belum lama ini juga ,mempengaruhi inflasi pada bulan-bulan sebelumnya.
“Jadi bukan karena daya beli rendah dan permintaan menurun. Kalau daya beli, konsumsi masyarakat masih cukup baik, secara nominal konsumen perkapita juga naik,” ungkapnya.
Adapun data BPS menunjukkan, komponen inti pada Agustus 2017 mengalami inflasi 0,28%. Jika dihitung dari Januari hingga Agustus komponen tersebut mengalami inflasi 2,15%.