Bisnis.com, SEMARANG – Presiden Joko Widodo menyatakan dirinya masih berambisi terus bebenah dan merampungkan berbagai proyek infrastruktur kemaritiman yang mampu menjangkau semua pulau yang ada di Indonesia, apalagi proyek infrastruktur banyak tertinggal dari negara-negara lain.
Ia menegaskan jika saat ini proyek infrastruktur yang sedang dikerjalan pemerintah telah memakan banyak anggaran yang bersumber dari APBN 2017.
"APBN difokuskan untuk pembangunan infrastruktur. Ini jadi alasan kota kenapa jalan tol harus dibangun baik di Jawa, Sumatra, Kalimantan. Sebab, anggaran infrastruktur kita meloncat tinggi, dari semula 2014 hanya Rp177 triliun, untuk 2017 menjadi Rp401 triliun," ujar Jokowi, saat menghadiri Dies Natalis Undip di Stadion Diponegoro, Tembalang Semarang, Selasa (17/10/2017).
Ia beralasan proyek jalan tol sangat penting dikebut lantaran selama 35 tahun terakhir pembangunannya stagnan. Jokowi menyebut panjang ruas tol di Indonesia saat ini mentok di 780.000 kilometer mulai 1977-2014. Padahal, China mampu menyelesaikan proyek tol 280.000 kilometer per tahun.
"Terakhir yang kita bangun adalah Ruas Tol Jagorawi, itu pun sudah hampir 35 tahun lalu. Negara-negara lain yang semula melihat proyek kita di masa lampau, sekarang justru memacu pembangunan jalan tol. Akibatnya, kita tertinggal jauh dari Vietnam, Cina, Filipina dan negara tetangga sekitar Asean," ungkapnya.
Presiden juga menyoroti pembangunan pelabuhan saat ini belum mencukupi karena masih banyak kota yang belum mempunyai pelabuhan. "Mengingat negara kita kepulauan yang punya 17.000 pulau. Jika ada yang tidak bisa dijangkau memakai kapal, maka kita juga sedang mengerjakan bandara baru di Pulau Miangas dan Natuna," lanjutnya.
Ia tak risau dengan anggapan publik bahwa pemerintah dianggap sangat ambisius menuntaskan infrastruktur. Pasalnya, semua yang ia kerjakan menyangkut daya saing yang ia sebut jauh tertinggal dari negara tetangga.
"Kita ingin daya saing masyarakat lebih baik lagi. Jika mengacu pada survei Global Indeks, peringkat daya saing Indonesia mulai meningkat, dari semula rangking 41, kini jadi 36 dari 177 negara.”