Bisnis.com, SOLO—Koperasi Industri Mebel dan Kerajinan Soloraya (Kimkas) menargetkan ekspor furnitur dapat tumbuh 20% pada tahun ini.
Ketua Penasehat Kimkas, Adi Dharma Santoso, mengatakan kondisi ekspor tahun ini lebih baik dibandingkan tahun lalu. Hingga Oktober, volume ekspor furnitur dari Soloraya naik 15% dibandingkan tahun lalu.
Tahun lalu, volume ekspor furnitur dari Soloraya sekitar 170 kontainer pebulan sedangkan tahun ini volume ekspor rata-rata 200 kontainer perbulan. Satu kontainer furnitur nilainya sekitar US$500.000.
Adi menambahkan daerah tujuan ekspor furnitur dari Soloraya masih didominasi Amerika Serikat (AS) yakni sekitar 50%. Sisanya seperti beberapa negara di Eropa, Asia, dan Australia.
“Kenaikan volume ekspor itu tak lepas dari kebijakan Presiden AS Donald Trump di mana barang-barang dari Tiongkok dibebani pajak lebih mahal. Sehingga para konsumen lari ke produk furnitur dari negara lain di Asia seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia,” kata dia, Senin (20/11/2017).
Adi menambahkan hal tersebut merupakan sinyal positif untuk menggenjot volume ekspor dan memperluas negara tujuan ekspor. Negara-negara tujuan ekspor baru yang kini dibidik adalah Amerika Selatan dan Afrika.
Namun, Adi berujar permasalahan jangka panjang yang mereka hadapi adalah ketersediaan bahan baku.
“Kami berharap pemerintah berperan untuk memberikan kemudahan dalam mengakses bahan baku. Atau pemerintah dapat mengimpor bahan baku dengan harga yang kompetitif sehingga itu bisa mendorong pertumbuhan industri mebel,” sambung dia.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati Wibawaningsih, mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan industri mebel. Mulai dari bantuan, pelatihan, bimbingan, regulasi dan lain-lain.
“SDM [sumber daya manusia] kami lakukan bimbingan teknis. Proses produksi kami bantu dengan mesin. Sebenarnya regulasi sudah banyak. Yang kami lakukan adalah mengeliminasi regulasi yang tumpang tindih,” kata dia.
Terkait dengan ketersediaan bahan baku, Gati menambahkan Kemenperin telah bekerjasama dengan Perum Perhutani untuk pemenuhan bahan baku. Kedua instansi tersebut tengah merancang Material Center di mana dalam konsep tersebut diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi industri mebel, khususnya IKM.
“Jadi nanti SVLK [Sistem Verifikasi Legalitas Kayu] itu yang menangani Material Center. Semua bahan baku yang keluar [dari Material Center] enggak perlu SVLK,” ujarnya.
SVLK merupakan sebuah sistem untuk memverifikasi legalitas bahan baku kayu. Sistem tersebut dirancang untuk melawan pembalakan liar.