Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Konsumsi Semen Indonesia Segmen Industri di Bawah Pertumbuhan Nasional

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk optimistis mampu menjadi pemimpin pasar bahan bangunan ini di Indonesia di tengah maraknya pabrik semen baru yang dibangun investor asing.
Ilustrasi./Bisnis
Ilustrasi./Bisnis

Bisnis.com, SEMARANG—PT Semen Indonesia (Persero) Tbk optimistis mampu menjadi pemimpin pasar bahan bangunan ini di Indonesia di tengah maraknya pabrik semen baru yang dibangun investor asing.

"Begini, dari sisi konsumsi dalam negeri untuk industri di Indonesia ada kenaikan 6,6 persen, kami hanya naik 1,3 persen," kata Sekretaris Perusahaan Semen Indonesia Agung Wiharto di Semarang, Kamis malam (31/8/2018).

Pangsa pasar Semen Indonesia, katanya, mengalami penurunan menjadi ke level 39 persen, tetapi tetap masih lebih tinggi dibandingkan pasar semen-semen produksi industri semen kompetitor.

Menurut dia, Semen Indonesia harus menaikkan harga sedikit dari produk pesaing, seperti di Jawa Timur yang beda harga antara Semen Gresik bisa sampai Rp10 ribu lebih mahal dari Semen Conch.

"Dengan Semen Heidelberg bedanya sekitar Rp2.000-3.000, sementara dengan Semen Holcim bedanya sampai Rp5.000. Tetapi, kami masih menguasai hampir 70 persen di Jatim," ungkapnya.

Ia menjelaskan pasar ideal berada di level 37 persen, sementara Semen Indonesia memiliki pangsa pasar di atas level tersebut yang kemungkinan ditunjang dengan lokasi pabrik yang strategis.

"Sebagai contoh, Semen Padang menguasai Sumatera, kemudian Gresik, Rembang, Tuban bisa menguasai Jawa, sementara Sulawesi ada Semen Tonasa. Kami juga sudah punya 'market' kuat di Bali dan Nusa Tenggara," katanya.

Bahkan, kata dia, pasar di Papua juga sudah dikuasai Semen Indonesia meski konsumsi semen di wilayah tersebut selama ini hanya satu persen dari total konsumsi semen secara nasional.

Mengenai gencarnya proyek infrastruktur sekarang ini, kata Agung, memang secara kasat mata membutuhkan banyak konsumsi semen, seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan bendungan.

"Tetapi, mari dihitung. Contoh saja, Jembatan Suramadu yang dibangun selama lima tahun dengan kebutuhan semen sekitar 450 ribu ton. Jumlah itu hanya penjualan semen kami dalam 1,5 hari," katanya.

Artinya, kata dia, infrastruktur tidak terlalu banyak berkontribusi terhadap kebutuhan semen, melainkan justru imbas dari proyek infrastruktur tersebut setelah jadi dalam tahun-tahun ke depan.

"Begitu jalan tol selesai, misalnya, banyak bertumbuh ritel-ritel di situ, dibangun rumah sakit, perumahan, restoran, dan sebagainya. Infrastruktur baik untuk pertumbuhan pembangunan ke depan," katanya.

Apalagi, Agung menambahkan pembangunan infsratruktur tidak terlalu fanatik dengan merek, tetapi lebih mendasarkan pada harga yang bersaing selama memenuhi standar dan spesifikasi yang sudah ditentukan.

"Justru yang lebih menguntungkan secara 'brand' itu pangsa ritel. Merek berpengaruh karena diminati. Mereka rela membeli Rp2.000-3.000 lebih mahal karena mereka percaya produk kami lebih bagus," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper