Bisnis.com, SEMARANG--Neraca perdagangan Jawa Tengah pada Juli 2018 tercatat defisit US$708,36 juta. Adapun sepanjang periode Januari-Juli 2018, defisit neraca perdagangan Jawa Tengah telah mencapai US$4,37 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng Sentot Bangun Widoyono mengatakan neraca perdagangan Jateng menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, Jateng sangat mengandalkan bahan baku impor untuk industrinya.
"Impor Juli tercatat senilai US$1,31 miliar. Naik US$351,62 juta atau 36,7% dari bulan sebelumnya. Kalau secara year on year, impor Juli naik 52,41%," tuturnya, Rabu (15/8/2018).
Peningkatan nilai impor tersebut utamanya disebabkan oleh melonjaknya impor komoditas non-migas sebesar 79,28%. Di sisi lain, impor komoditas migas mengalami penurunan sebesar 11%.
Dia mengungkapkan sejak awal tahun, impor untuk bahan baku dan penolong mendominasi dengan 81,54% disusul oleh barang modal 11,01% dan baran konsumsi 7,45%. Adapun bahan baku dan penolong umumnya terdiri dari bahan bakan dan pelumas, bahan baku industri, maupun suku cadang.
Sementara itu, realisasi ekspor Jateng pada Juli 2018 tercatat senilai US$601,46 juta atau naik 40,97% dibandingkan dengan ekspor Juni 2018 senilai US$426,65 juta. Secara year on year pun realisasi ekspor Juli 2018 tersebut lebih tinggi 20,48%.
Baca Juga
Adapun seluruh realisasi ekspor tersebut disumbangkan oleh komoditas non-migas. Alhasil, ekspor migas tersebut tercatat turun 100% dari realisasi Juni 2018 senilai US$27,8 juta.
"Bulan lalu migas tidak ada sama sekali. Jadi utamanya dari hasil industri pengolahan seperti tekstil dan barang tektil maupun hasil olahan kayu seperti furnitur," ujarnya.