Bisnis.com, BOYOLALI — Menyambut tahun baru Hijriah, ratusan warga lereng Merapi di Desa Lencoh, Kecamatan Selo, punya tradisi turun-temurun. Seekor kerbau jantan disiapkan untuk disembelih, kemudian kepalanya dikirab menuju Pasar Bubrah di lereng Merapi.
Seekor kerbau bertanduk sepanjang 30 cm itu masih berada di mobil pikap saat ratusan warga Desa Lencoh sudah bersiap mengikuti kirab dari Bukit Cilenguk, Dukuh Tritis. Kerbau jantan sengaja diletakkan di barisan paling depan.
Menyusul di belakangnya anak-anak dan orang dewasa yang sudah berdandan aneka rupa. Kerbau itu kini bak paduka raja. Rangkaian bunga melingkar di tubuhnya yang hitam. Sekelompok laki-laki yang berpakaian adat jawa menuntun kerbau dari bukit sepanjang kirab.
Terik matahari yang mulai meninggi tak menghalangi langkah kaki ratusan warga untuk naik ke bukit yang menjadi tempat tertinggi di Tritis. Di bukit ini sebuah bangunan berukuran 2 meter x 2 meter dipercaya sebagai petilasan Paku Buwono (PB) X. Raja Keraton Solo itu dipercaya kerap pergi ke lereng Merapi melewati Desa Lencoh. Ruangan itu kini tertutup. Menurut sejumlah warga, satu buah batu nisan dan beberapa lembar kain batik ada di dalamnya.
Warga membawa kerbau saat mengikuti Kirab Kerbau Merbabu-Merapi di Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (31/8/2019). Kirab tersebut merupakan rangkaian tradisi 1 Suro dalam penanggalan Jawa atau 1 Muharram 1441 H dalam penanggalan Islam sebagai bentuk wujud syukur warga lereng Gunung Merbabu dan Gunung Merapi kepada Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungan dan hasil pertanian./Antara-Aloysius Jarot Nugroho
Baca Juga
Tanah yang lapang menjadi garis permulaan ratusan warga yang ingin mengarak seekor kerbau dan ratusan bahan pangan lainnya. Sebagian di antaranya ditata dalam bentuk gunungan. Ada yang membawa hasil pertanian, jajanan pasar, maupun nasi dan makanan pokok lainnya. Untuk memeriahkan suasana, warga berdandan mengenakan beragam busana. Mulai dari beskap dan kebaya tradisional jawa, hingga kostum tari topeng ireng.
Dengan membawa bahan pangan, warga berjalan dari Bukit Cilenguk menuju Joglo Merapi. Jaraknya sekitar dua kilometer. Warga segala usia tumpah ruah di jalan. Salah satunya Sri Lestari, siswa kelas III SDN Lencoh. Dia bersama rombongan siswa SDN Lencoh lain memeriahkan kirab dengan memainkan marching band. “Latihannya baru dua hari lalu, ini langsung tampil,” ujar Sri ketika ditemui JIBI di Bukit Cilenguk.
Sri yang belum genap berusia sepuluh tahun ini sebenarnya tak mengerti betul kenapa kerbau harus diarak menuju Joglo Merapi. Kebiasaan yang hanya dipahami sebagai acara turun temurun bagi warga desanya. Hal senada juga disampaikan siswa SD lain, Angga Setiawan. Meski demikian, bagi anak-anak tradisi tahunan ini menjadi ajang unjuk bakat, baik bermain musik maupun menari tradisional.
Kepala Desa Lencoh, Sutarno menyebutkan setelah diarak, kerbau akan disembelih, kemudian kepalanya diarak ke Merapi. “Penyembelihan dilakukan di Dukuh Tempursari, tempat yang lebih dekat dengan Merapi, saat kepalanya dibawa ke Merapi, tubuh kerbau bisa dimakan bersama-sama warga,” ujar Sutarno ketika berbincang dengan JIBI di sela-sela kirab. Kirab juga dihadiri pihak Keraton Solo serta Camat Selo, Waluyo Jati.
Sementara itu, salah satu warga Lencoh, Iswondo, mengatakan kepala kerbau akan dibawa ke kawasan Pasar Bubrah di Merapi. Pasar itu memang dipercaya sebagai tempat tinggal warga Merapi termasuk makhluk halus.
“Dengan mempersembahkan kepala kerbau atau yang biasa disebut sedekah gunung diharapkan masyarakat di sekitar lereng Merapi bisa hidup tentram,” kata dia.
Iswondo bercerita dari rumahnya sempat terdengar terdengar suara gemuruh yang tidak diketahui asalnya. “Harapannya selain kehidupan yang aman, hasil bumi dari tanah di lereng Merapi ini juga tetap melimpah,” imbuh dia.
Pemerintah Desa Selo mengemas acara sedekah gunung ini dalam Lencoh Culture Festival. Selain kirab, Pemdes juga menyelenggarakan acara pentas seni dan festival 1.001 obor.