Bisnis.com, YOGYAKARTA – Peneliti Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM mendorong pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan fiskal terkait pembatasan minuman berpemanis.
“Kebijakan fiskal tersebut dapat berupa penerapan pajak ataupun untuk minuman berpemanis pada takaran gula tertentu dan nilai pajak tersebut dapat bersifat progresif,” jelas Relmbuss Fanda, Koordinator Peneliti PKMK UGM, dalam keterangan tertulis Jumat (12/3/2021).
Menurutnya, pengenaan cukai pada minuman berpemanis dapat mengendalikan konsumsi yang pada akhirnya dapat menekan jumlah pengidap diabetes di Indonesia. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada 2020, Indonesia telah menempati posisi ke-7 sebagai negara dengan jumlah pengidap penyait disebabkan gula berlebih itu.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati telah berulang kali mengeluarkan wacana penerapan cukai minuman berpemanis di Komisi X DPR-RI. Akan tetapi, kebijakan itu masih menunggu aksi nyata untuk terealisasi.
Kesadaran cukai minuman berpemanis yang sudah ditetapkan dalam APBN namun tak kunjung terlaksana merupakan indikasi bahwa pemerintah telah menyadari tingginya konsumsi minuman berpemanis di tanah air.
“Kebijakan tersebut tepat dilakukan untuk mengurangi tingginya konsumsi minuman berpemanis masyarakat Indonesia yang telah mencapai 20,23 liter per orang dan menempati posisi ketiga di Asia Tenggara,” jelasnya.
Negara juga telah mengeluarkan anggaran yang besar untuk menangani penyakit diabetes. Tercatat, pada 2018 lalu, anggaran Rp6,1 triliun telah dihabiskan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk menangani penyakit diabetes. Jumlah ini terus membesar.
Penerapan kebijakan serupa juga telah dilakukan di Inggris. Di negara tersebut, perusahaan minuman berpemanis berlomba untuk menawarkan produk minuman rendah gula. Sehingga, industri minuman ringan di Inggris berhasil memangkas tingkat gula yang ditambahkan ke produk yang dijual ke masyarakat hingga setengahnya.
Relmbuss berharap agar penetapan kebijakan tersebut dapat mendorong pola hidup sehat di masyarakat. “Penerapan kebijakan ini memiliki tujuan utama untuk menghambat masyarakat untuk mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Rencana ini seyogyanya didukung oleh berbagai pihak, khususnya dari masyarakat dan para pelaku industri,” jelasnya.