Bisnis.com, SEMARANG - Industri manufaktur di Jawa Tengah diyakini bakal kian moncer pada tahun 2022 ini. Terlebih setelah sinyal-sinyal pemulihan kian terang terlihat pada periode pergantian tahun. Optimisme tersebut juga kian terjaga dengan sejumlah indikator kinerja yang dilaporkan positif, baik di tingkat provinsi maupun nasional.
Dalam catatan Bisnis, Purchasing Management Index (PMI) di Tanah Air pada Desember 2021 masih berada dalam level ekspansif. Sekilas, terjadi penurunan 0,4 poin dari posisi 53,9 poin pada bulan November 2021 ke 53,5 poin pada Desember 2021. Namun, berdasarkan data IHS Markit, pada periode tersebut telah terjadi perbaikan pada seluruh sektor manufaktur di Tanah Air.
Kinerja tersebut kian menguatkan optimisme serta kepercayaan pasar pada sektor manufaktur dalam negeri. Secara khusus, di Jawa Tengah, perbaikan juga terlihat dari terus meningkatnya nilai ekspor produk non-migas pada bulan Desember 2021.
"Ini menandakan ekonomi Jawa Tengah sudah mulai bergeliat untuk maju. Dan ekspor ini kebanyakan kita lakukan dari hasil industri dan kenaikannya 57,33 persen dibandingkan November 2020," jelas Adhi Wiriana, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
Nilai ekspor Jawa Tengah pada Desember 2021 dilaporkan mencapai US$1.083,13 juta atau naik 19,71 persen secara month-to-month. BPS Provinsi Jawa Tengah juga mencatat peningkatan permintaan pada produk-produk unggulan ekspor Jawa Tengah antara lain pakaian dan aksesoris baik rajutan maupun bukan rajutan, perabotan, lampu, dan alat penerangan. Serta produk kayu, barang dari kayu, dan alas kaki.
Amerika Serikat, Jepang, dan China menjadi tiga negara tujuan utama ekspor Jawa Tengah. Nilai ekspornya masing-masing mencapai US$443,81 juta, US$90,92 juta, serta US$77,62 juta. Jika dikombinasikan, ketiga negara tersebut berkontribusi sebesar 56,59 persen pada total nilai ekspor Jawa Tengah sepanjang Januari-November 2021.
Baca Juga
Pada periode yang sama, BPS Provinsi Jawa Tengah juga mencatat kenaikan aktivitas impor di Jawa Tengah. "Kenaikan impor juga sangat signifikan, hampir 100 persen karena mencapai 73,94 persen (yoy). Kami sampaikan bahwa di bulan November 2021 kita bukan lagi surplus terkait ekspor-impor. Justru, terjadi defisit karena [nilai] impor ini lebih besar dibandingkan angka ekspor," jelas Adhi.
Secara kumulatif, nilai impor Jawa Tengah pada November 2021 dilaporkan mencapai US$1.238,92 juta. Dari jumlah tersebut, terjadi peningkatan hingga 41,48 persen secara month-to-month. Dilihat dari volumenya, impor produk migas seperti minyak mentah dan hasil minyak mengalami peningkatan hingga 104,32 persen (yoy) pada bulan November 2021 kemarin.
Meskipun neraca perdagangan Jawa Tengah menunjukan kondisi defisit, namun Arif Sambodo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah masih yakin bahwa kinerja industri manufaktur di wilayah tersebut bakal kian moncer di tahun 2022. Hal tersebut terlihat dari neraca perdagangan produk non-migas yang hingga saat ini masih mencatatkan surplus.
"Defisit itu kan dari neraca perdagangan secara total, artinya jumlah dari sektor migas dan non-migas. Sementara kalau kita lihat di non-migas kita ini masih surplus," jelas Arif ketika dihubungi Bisnis.
Menurut Arif, sektor non-migas di Jawa Tengah masih menunjukkan kinerja perdagangan yang cukup baik. Berdasarkan data Disperindag Provinsi Jawa Tengah, nilai ekspor non-migas pada Januari-November 2021 telah mencapai US$9.217 juta. "Ini kan sudah tinggi sekali," tambahnya.
Terkait impor, Arif menjelaskan bahwa tingginya nilai impor di Jawa Tengah pada bulan November 2021 masih dalam batas wajar. Karena setiap pengujung tahun pelaku industri bakal mengurangi belanja modal dan mulai meningkatkan belanja bahan baku ataupun bahan penolong. "Ini justru menunjukkan kalau industri manufaktur kita sedang bergerak," tambahnya.
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan golongan penggunaan barang, bahan baku atau penolong memang mengambil porsi yang paling besar dari nilai impor pada periode Januari-November 2021. Persentasenya bahkan dilaporkan mencapai 86,65 persen dengan nilai mencapai US$9.079,34
Pada November 2021, nilai impor bahan baku atau penolong tersebut mencapai US$1.076,30 juta. Artinya, secara year-on-year, terjadi peningkatan nilai impor pada golongan bahan baku atau penolong sebesar 83,90 persen.
"Secara kumulatif, kita sudah lebih baik ketimbang 2020 yang lalu. Nilai ekspor kita sudah menyentuh lebih dari US$9.000 juta untuk ekspor non-migas. Sementara untuk 10 besar produk ekspor unggulan, posisinya semuanya positif kalau dibandingkan tahun kemarin. Jadi saya masih optimis untuk 2022 ini," jelas Arif.