Bisnis.com, SEMARANG - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) masih menghantui peternak Jawa Tengah. Hingga Rabu (8/6/2022), Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Jawa Tengah mencatat ada 10.375 ekor ternak yang diduga telah terjangkit PMK. Dari jumlah itu, 282 ekor telah dikonfirmasi positif PMK oleh Balai Besar Veteriner (BBV) Wates.
“Yang sudah membaik secara klinis ini 1.030 ekor, yang masih sakit dengan gejala klinis ini masih ada 9.383 ekor. Kemudian dipotong 77 ekor dan mati 80 ekor,” jelas Ignasius Hariyanta Nugraha, Sekretaris Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah.
Nugraha menjelaskan jumlah ternak yang diduga telah terjangkit PMK kebanyakan berasal dari Blora dan Grobogan. Kedua wilayah tersebut selain berdekatan juga menjadi sentra produksi hewan ternak Jawa Tengah.
Jawa Tengah sendiri sebetulnya telah bebas dari PMK sejak tahun 1990-an. Pada periode tersebut, tingkat kematian hewan ternak berkisar di angka 5-10 persen.
Hasil penelusuran yang telah dilakukan menyebut penyebaran wabah PMK di Jawa Tengah pada 2022 berasal dari Jawa Timur. Peternak dari daerah Rembang dan Boyolali misalnya, tergiur harga hewan ternak yang dijual murah dari Jawa Timur akibat panic selling. Imbasnya, wabah itu kini ikut merebak di Jawa Tengah.
Untuk menanggulangi wabah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah membentuk Unit Respon Cepat (URC) yang melibatkan BBV Wates. “Termasuk Balai Karantina Semarang, Yogyakarta, kemudian Cilacap masuk juga. Termasuk BPBD, termasuk dari kepolisian,” jelas Nugraha.
Baca Juga
Upaya penanggulangan PMK di Jawa Tengah terkendala beberapa faktor. Misalnya biaya uji sampel yang relatif mahal. Nugraha menyebut, untuk satu kali pemeriksaan di BBV Wates, diperlukan biaya sekitar Rp500.000. Biaya tersebut tidak dibebankan kepada peternak ataupun pemerintah provinsi. Meskipun ditanggung BBV Wates, namun terbatasnya anggaran membuat proses penelusuran atau tracing PMK jadi terkendala.
“Untuk stok obat, terus terang kami akui sangat terbatas. Karena ini memang kejadian yang luar biasa, sudah 32 tahun tahu-tahu muncul lagi,” jelas Nugraha kepada wartawan.
Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah, Sumanto, berharap agar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa segera mempercepat penanganan PMK. “Supaya peternak kecil ini segera disosialisasikan, diberikan vitamin, diberikan edukasi tentang penyakit PMK ini,” jelasnya.
Upaya Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah dengan memulai program Jogo Ternak juga disangsikan. Pasalnya, Sumanto menyebut dampak program itu masih belum terlihat di lapangan. Justru, yang dibutuhkan saat ini adalah obat, vitamin, serta vaksin PMK.
Lebih lanjut, Sumanto berharap agar kebutuhan tersebut bisa difasilitasi oleh APBD Jawa Tengah. “Kami berharap ini ada penambahan anggaran untuk sosialisasi. Juga produksi [vaksin] sendiri di Jawa Tengah. Karena dari Balai Besar Veteriner mampu, bisa dilakukan. Tinggal nanti di perubahan anggaran ini, kita berharap ada penambahan,” jelasnya.
Penanggulangan PMK sendiri jadi kian mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, meskipun tidak menular ke manusia namun jumlah hewan ternak di Jawa Tengah yang berpotensi terdampak wabah PMK mencapai hampir 8 juta ekor. “Termasuk sapi, kambing, dan sebagainya. Kalau dinilai, dirata-rata, ini kan Rp40-an triliun. Kan eman-eman,” ucap Sumanto.
PMK memang menurunkan produktivitas hewan ternak yang terjangkit. Pada ternak pedaging misalnya, berat hewan bisa mengalami penurunan akibat terjangkiti PMK. Sapi perah yang terdampak juga bisa berkurang volume produksi susunya. Meskipun baik daging ataupun susu yang diproduksi masih bisa dikonsumsi manusia dengan aman.
Rencananya, pemerintah pusat bakal memulai vaksinasi PMK pada pertengah bulan Juli nanti. Namun demikian, upaya tersebut dikhawatirkan bakal mengganggu pasokan hewan kurban jelang Iduladha yang diperkirakan bakal jatuh pada 9 Juli 2022 nanti.
Kebutuhan hewan kurban di Jawa Tengah sendiri pada tahun ini diperkirakan mencapai 372.682 ekor. Sebagai perbandingan, ketersediaan hewan kurban diperkirakan mencapai 399.302 ekor. Artinya, masih ada surplus untuk memenuhi kebutuhan hewan kurban di wilayah lain, seperti di Jawa Barat maupun Jabodetabek.
Kementerian Pertanian sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran untuk mengatur lalu lintas distribusi hewan kurban di masa PMK ini. Selain memenuhi persyaratan hewan kurban, ternak yang dilalu lintaskan mesti mengantongi Surat Keterangan Sehat dari Dokter Hewan setempat, juga surat rekomendasi dari daerah yang dituju. Apabila persyaratan tersebut tidak bisa dilengkapi, maka hewan ternak tidak boleh dikirimkan antar wilayah.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri telah menyiagakan 10 Pos Lalu Lintas Ternak untuk mengawasi hewan kurban baik dari maupun menuju Jawa Tengah. Pos tersebut tersebar di beberapa wilayah seperti Rembang, Cepu, Sragen, Tawangmangu, Wonogiri, Klaten, Purworejo, Cilacap, hingga Brebes.
Upaya pembatasan lalu lintas hewan ternak juga dilakukan di Jepara. Pasalnya, dari 16 kecamatan, ternak di 11 kecamatan diduga sudah terjangkit PMK. Jumlah ternak yang menunjukkan gejala dilaporkan mencapai 362 ekor. “Tinggal menyisakan Kecamatan Jepara, Pecangaan, Mayong, Kalinyamatan, dan Karimunjawa,” jelas Penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta, dikutip dari laman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Edy juga berharap agar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa memberikan bantuan untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan PMK di Jepara, salah satunya dengan mengirimkan bantuan logistik. “Stok obat kita sudah menipis, kami berharap ada kiriman obat dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” katanya.