Bisnis.com, SEMARANG - Kinerja ekonomi Kota Semarang pada pengujung tahun 2022 diperkirakan bakal tetap mencatatkan tren positif. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang punya tiga simulasi yang didasarkan pada skenario optimis, moderat, dan pesimis. Pada skenario optimis, laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang tahun 2022 bisa mencapai 7,53 persen. Sementara pada skenario moderat dan pesimis, laju pertumbuhan ekonomi berkisar di 4,96-5,16 persen.
"Jangan lupa masih ada Natal dan Tahun Baru (Nataru), pasti inflasi naik. Selain kita prediksi akhir tahun seperti apa, kita harus bisa lihat tahun depan mana sektor yang bisa berkontribusi dan mana peluang yang terjadi pelemahan. Mana yang harus kita tinggalkan dan kita dorong," jelas Kepala Bidang Perencanaan Ekonomi Bappeda Kota Semarang, Luthfi Eko Nugroho.
Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Rukiyanto, menyebut kinerja perekonomian di Kota Lumpia itu masih cukup positif. Hal itulah yang membawa optimisme tersendiri bagi kinerja perekonomian di tahun mendatang. "Untuk program kegiatan Kota Semarang tahun 2023 sudah kita rancang sedemikian rupa. Salah satunya untuk mengantisipasi resesi," tambahnya.
Salah satu kunci untuk mengantisipasi laju inflasi dan ancaman resesi di tahun mendatang, kata Rukiyanto, adalah dengan menyalurkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara optimal dan tepat waktu. Langkah tersebut diklaim bakal mendorong konsumsi dan geliat perekonomian di masyarakat, yang secara jangka panjang bakal berdampak positif bagi kinerja perekonomian secara agregat.
Pemerintah Kota Semarang sendiri sudah menyusun strategi khusus untuk menanggulangi inflasi. Strategi itu diambil untuk memastikan keamanan daya beli masyarakat, keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, juga komunikasi efektif dengan masyarakat untuk bisa mengelola ekspektasi inflasi.
Lebih lanjut, selain ancaman resesi, Rukiyanto menyebut Kota Semarang juga telah mengantisipasi ancaman krisis pangan di tahun 2023. Lahan pertanian yang kian menyempit memang jadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Pemerintah Kota Semarang. Namun, baik legislatif dan eksekutif sudah punya kolaborasi dan sinergi tersendiri untuk menangani hal itu. "Kita sudah rancang kegiatan. Termasuk urban farming. Hampir tiap minggu kita turun ke daerah untuk menanam sayuran," katanya.
Terkait ancaman krisis pangan, selain peningkatan kapasitas produksi, Kota Semarang juga perlu menjalin kerja sama dengan daerah-daerah pemasok bahan pangan yang notabene berasal dari kota dan kabupaten di sekitarnya. Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, M. Firdauz Muttaqin, mengatakan bahwa dari sisi hilir Kota Semarang masih banyak bergantung dari bahan baku yang didatangkan melalui impor. "Perlu ada kerja sama antar daerah untuk bisa menunjang permintaan pangan di Kota Semarang," katanya.
Sebelumnya, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 yang digelar beberapa waktu lalu, Firdauz mengungkapkan bahwa pemulihan ekonomi di Jawa Tengah secara umum bakal didorong oleh pertumbuhan dari konsumsi domestik, investasi, dan ekspor. Lebih lanjut, BI memproyeksikan angka inflasi di Jawa Tengah pada 2023 mendatang bakal mencapai kisaran 3 persen plus minus 1 persen. Angka itu bakal sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga energi dan gangguan panen.
Koordinasi antar daerah perlu dipertimbangkan sebagai ancang-ancang menghadapi dua ancaman besar di tahun mendatang. Baik resesi maupun krisis pangan. Ekonom Universitas Diponegoro, Akhmad Syakir Kurnia, menyebut Kota Semarang tak cuma punya modal fisik yang terlihat dari berbagai infrastruktur yang ada. "Dalam diri kita ini ada modal Sumber Daya Manusia (SDM) dan modal sosial," katanya.
Lebih lanjut, Syakir menjelaskan bahwa modal sosial tersebut berdasar pada hubungan antar individu yang terlatih. Dalam konteks terkecil, modal sosial bisa terlihat dari kesigapan keluarga dalam menghadapi ancaman perekonomian di masa mendatang. Pengandaian itu bisa dibawa ke contoh kasus yang lebih besar, tak terkecuali dalam konteks perencanaan wilayah atau kota.
Kota Semarang sendiri sudah terbukti berhasil menanggulangi pandemi Covid-19 dengan program Jogo Tonggo. Program tersebut, menurut Syakir, membawa nilai moral, solidaritas kolektif, dan otonomi masyarakat yang secara sukarela menjalankan aturan dan norma. "Nilai Jogo Tonggo itu perlu kita adopsi dan lestarikan. Yang baik-baik. Konsep ini bagus tapi perlu kelembagaan," katanya.
Syakir menyebut, pada hari ini Kota Semarang memang menunjukkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang positif. Namun demikian, dalam gambaran yang lebih luas, kondisi tersebut bisa jadi bumerang bahkan bom waktu yang justru membawa Kota Semarang dalam jurang resesi. Untuk itu, diperlukan semangat kolaborasi dengan banyak pihak. Tak cuma antar instansi dan lembaga pemerintahan. Tetapi juga dengan pengusaha, bahkan dengan daerah lain di sekitar Kota Semarang.
"Persoalan ketimpangan di Jawa Tengah ini persoalan yang serius. Kita mungkin berbangga hari ini melaju paling cepat. Tak terkejar. Tetapi dalam jangka panjang ini tidak baik," jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Semarang yang sudah berada di kisaran 7 persen, menurut Syakir, berbanding terbalik dengan kondisi di beberapa wilayah sekitar. Sebut saja Kabupaten Kudus yang masih di kisaran 3 persen. "Yang harus kita pikirkan itu bagaimana manfaat yang dipetik ibukota provinsi itu bisa berdampak lebih luas. Kalau sejahtera ya ingat tetangganya, kira-kira begitu," ucapnya.