Bisnis.com, SEMARANG - Puluhan kapal kayu beragam ukuran berjejer rapi sepanjang kolam di depan kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang pada Jumat (25/8) petang.
Kapal-kapal itu sebagian melakukan bongkar muatan, sedangkan yang lainnya sebaliknya tengah mengisi muatan. Di sisi kolam berbeda sejumlah kapal besar berbobot lebih dari 50 groos ton juga tengah melakukan bongkar muat yang dilayani oleh PT Pelindo III.
Ketua DPC Indonesian National Shipowners Assosiation (INSA) Semarang, Ridwan mengatakan sebelumnya pihaknya mengeluhkan ke otoritas sulitnya anggota asosiasi membawa kapal ke kolam bongkar muat. Alur pelayaran mendangkal dengan cepat. Akibatnya kapal besar yang membutuhkan ke dalaman di atas 8 meter sulit untuk merapat.
“Sendimentasi di Tanjung Emas sangat cepat, terutama setelah sisi perbukitan berubah menjadi perumahan. Akibatnya baling-baling akan menyentuh tanah kalau tidak di perdalam,” katanya.
Memperdalam alur ini yang kemudian menjadi persoalan setelah, Kamis (24/8), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Dirjen Perhubungan Laut A. Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adhiputra Kurniawan sebagai tersangka.
Tonny disebutkan menerima gratifikasi dari perusahaan terkait sejumlah proyek yang salah satunya pengerukan alur di Tanjung Emas ini. Komisi menemukan 33 tas uang dan rekening bank dengan nilai masing-masing Rp18,9 miliar dan saldo Rp1,17 miliar.
Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Tanjung Mas Semarang Gajah Rooseno mengatakan pengerukan merupakan layanan rutin untuk menjaga alur pelayaran. Pekerjaan yang dilakukan oleh otoritas ini untuk menjaga aktivitas kapal tidak terganggu.
Dia mengatakan selama pengerukan yang dilakukan oleh pemenang lelang, semenjak Mei hingga Juli lalu sama sekali tidak ada persoalan di lapangan. Bahkan guna meningkatkan kehati-hatian pihaknya melibatkan tim Kejaksaaan dan penilai sebelum pembayaran dirampungkan.
Gajah mengungkapkan sebagai kuasa pengguna anggaran pihaknya siap untuk mempertanggungjawabkan seluruh uang negara yang dikeluarkan. Apalagi berdasarkan verifikasi, pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan telah rampung 100% dan sesuai dengan waktu yang disepakati. “Pekerjaan mereka [Adhiguna] sudah rampung 100%,” katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis.com, Jumat (25/8/2017), Adhiguna Keruktama didirikan sebelas tahun lalu. Adhiguna memiliki tiga armada kapal keruk, yakni King Arthur 3, King Arthur 8, dan King Richard 8. Perusahaan ini berpengalaman mengerjakan proyek pengerukan, reklamasi, dan jasa maritim lain di beberapa lokasi.
Berdasarkan informasi dari laman perseroan, Adhiguna pernah menggarap proyek di Pelabuhan Benoa, Bali, dan Pelabuhan Kota Baru, Kalimantan Selatan pada 2008. Setahun kemudian, proyek yang sama digarap di Pelabuhan Manggar.
Pada 2010 dan 2011, Adhiguna mengerjakan proyek di Pelabuhan Pulau Pisang dan Pelabuhan Brebes. Selanjutnya pada 2012 perseroan mengerjakan proyek di Probolinggo, Tanjung Emas, dan Tanjung Balai Asahan. Pada 2013, pengerukan di Tanjung Emas dan Pelabuhan Kumai.
Sebagaimana diterangkan KPK, dugaan suap kepada Tonny Budiono terkait proyek di Pelabuhan Tanjung Emas. Berdasarkan laman LPSE Kementerian Perhubungan, Adhiguna memenangkan lima kali lelang pengerukan alur pelayaran di Tanjung Emas sejak 2012 dengan rentang harga penawaran sebesar Rp10,7 miliar hingga Rp46,39 miliar.
Adapun nilai pagu proyek yang dilelang Kemenhub dalam rentang 2012-2017 mencapai Rp10,7 miliar dan Rp67,66 miliar. Pada 2012, Adhiguna mengalahkan 15 peserta lelang dengan harga penawaran Rp10,43 miliar. Setahuh berselang perseroan juga mengungguli 18 peserta lelang dengan penawaran Rp44,58 miliar.
Tahun 2014, Adhiguna juga keluar sebagai pemenang tender dengan penawaran Rp67,21 miliar. Setahun berikutnya, kembali memenangkan lelang dengan penawaran Rp46,39 miliar. Pada 2016, Adhiguna tidak mengikuti tender. Namun, di 2017 Adhiguna kembali ikut lelang dan menang dengan penawaran Rp44,51 miliar.