Bisnis.com, SOLO—Industri pariwisata tetap tumbuh positif meski sejumlah pihak mengeluhkan kondisi ekonomi yang lesu. Jumlah penumpang pesawat maupun konsumen travel agent terus meningkat.
Kondisi anomali sangat terlihat di industri pariwisata. Keluhan yang dirasakan oleh sejumlah kalangan karena menurunnya konsumsi masyarakat tidak dialami pelaku pariwisata. Pemilik Batari Kencana Tour and Travel, Mirza Ananda, menyampaikan industri pariwisata seolah tak ada matinya.
Diakuinya bisnis wisata konvensional sempat mengalami kelesuan akibat munculnya online travel agent (OTA) yang terjadi pada akhir 2015-awal 2016 yang membuat kinerja turun 30%. Hal ini karena terjadi perpindahan konsumen ke online. Menurut dia, OTA banyak menyedot pasar menengah bawah karena pasar tersebut lebih mengutamakan harga.
Namun pertengahan 2016, bisnis tour and travel kembali naik. Bahkan triwulan III tahun ini mampu tumbuh 20% jika dibandingkan tahun lalu. Kenaikan konsumen ini dipengaruhi konsumen high end yang enggak mau ribet dan tahu beres.
“Kenaikan konsumen setelah ada penurunan itu bahkan lebih banyak dari penurunan. Kelas high end tidak butuh diskon tapi lebih layanan karena butuh personal touch yang tidak bisa ditemukan di online. Hal ini karena rencana bepergian biasanya dilakukan secara mendadak yang tidak jarang juga mendadak minta ganti jadwal,” ujarnya kepada wartawan di The Sunan Hotel Solo, Selasa (17/10/2017).
Menurut dia, industri pariwisata akan tetap terus tumbuh mengingat berlibur tidak lagi kebutuhan sekunder ataupun hal mewah tapi menjadi kebutuhan primer. Oleh karena itu, dia mengaku cukup mudah untuk meng-grab pasar menengah atas.
General Manager (GM) Garuda Indonesia Branch Office Solo, Aryo Wijoseno, mengungkapkan penumpang maskapai full service tersebut naik 77% hingga September. Hal ini menunjukkan konsumen tak lagi mempermasalahkan soal harga tapi layanan. Tak hanya penumpang, kargo pun mengalami kenaikan 23%. Kenaikan kargo disumbang dari jasa ekspedisi yang melayani pengiriman penjualan online yang tumbuh sekitar 30%.
“Perubahan tren dan gaya hidup memang benar. Tahun depan, optimistis Soloraya bisa menjadi pusat grafitasi pertumbuhan ekonomi Jateng. Hal ini didukung bandara yang menjadi hub yang diimbangi perbaikan infrastruktur dan sarana. Selain itu, jalan trans Jawa juga melintas di dekat bandara dan dibangun juga KA bandara Solo-Jogja,” ungkapnya.
Relokasi industri pun perlahan beralih ke Jateng, khususnya di Soloraya karena upah yang masih rendah sehingga cost of production lebih rendah. Selain itu, sudah ada kerja sama antara Jakarta dan Jateng supaya tidak ada capital outflow dimana perusahaan tersebut merelokasi usaha keluar negeri.