Bisnis.com, SEMARANG—Uang hasil remitansi dari para pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI asal Jawa Tengah (Jateng) dinilai masih belum memberikan dampak positif bagi penerimanya di Indonesia.
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Binapenta dan PKK Kemenaker) Maruli Apul Hasoloan mengatakan, dana yang digunakan dari remitansi mayoritas digunakan untuk kegiatan non-produktif.
Hal tersebut membuat Kemenaker berupaya untuk terus meningkatkan jumlah program Desa Migran Produktif (Desmigratif) di daerah-daerah kantong PMI.
“Kami berupaya memacu pertumbuhan kehadiran Desmigratif. Sejauh ini di Jateng sudah ada sekitar 28 desa, dengan target tahun ini bisa mencapai sekitar 35 desa,” kata Maruli, Minggu (29/4/2018).
Seperti diketahui, Desmigratif merupakan program yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup daerah-daerah yang menjadi kantong PMI. Salah satu, programnya adalah dengan membangun pusat layanan migrasi yang ditujukan untuk menekan jumlah buruh migran ilegal serta menambah skill calon PMI.
Sementara itu, dalam hal pengelolaan dana remitansi, Desmigratif akan menyediakan pelatihan kepada pasangan atau keluarga PMI untuk memanfaatkan dana tersebut untuk kegiatan usaha produktif. Dalam hal ini pasangan atau keluarga PMI akan didorong untuk menciptakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Baca Juga
Desmigratif juga diharapkan mampu memberikan penguatan usaha produktif untuk jangka panjang dalam bentuk koperasi usaha. Program ini akan menjadi jaring pengaman sosial agar keluarga PMI tidak terjerat rentenir.
Maruli melanjutkan, program Desmiratif tersebut juga berlaku secara nasional. Menurut data yang dimilikinya, jumlah Desmigratif di seluruh Indonesia telah mencapai 120 desa pada 2017 lalu. Pada tahun ini jumlahnya ditargetkan akan meningkat hingga 130 desa.
Di sisi lain, Maruli juga menyoroti jumlah PMI asal Jateng yang berada di luar negeri mayoritas lulusan SMP ke bawah dan berkemampuan rendah. Berdasarkan data yang dimiliki Kemenaker, jumlah PMI berpendidikan SMP atau lebih rendah asal Jateng mencapai 78%.
Fenomena tersebut berdampak pada sektor pekerjaan yang tersedia bagi PMI, yakni mayoritas pekerjaan kasar. Akibatnya, para warga berstatus purna PMI pun kurang memberikan dampak yang besar ketika kembali ke Indonesia, karena sektor pekerjaan yang dikerjakannya di luar negeri.
Untuk itu, kehadiran Desmigratif diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan calon PMI, agar dapat bersaing di pasar tenaga kerja internasional. Selain itu, dengan bekal keahlian yang dimiliki, para pekerja juga berpeluang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak di luar negeri.
Perhatian pada kawasan kantong PMI di Jateng tersebut pun juga muncul dari Pemerintah Provinsi Jateng. Selain meningkatkan kerja sama dengan Kemenaker, Pemprov Jateng juga telah memasukkan aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tersebut dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2019.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bappeda Jateng) Sudjarwanto Dwiatmoko menyebutkan salah satu upaya Pemprov Jateng adalah memberikan akses permodalan dan pekerjaan yang mudah melalui pembentukan UMKM.
“Dalam hal penyediaan akses permodalan, terutama untuk sektor UMKM Pemprov Jateng bekerjasama dengan PT Jamkrida Jateng,” ujarnya.
Sudjarwanto mengklaim, program yang melibatkan PT Jamkrida tersebut telah mampu membantu ratusan ribu UMKM baru mendapatkan akses permodalan. Berdasarkan data yang diperolehnya, hingga saat ini telah terdapat kurang lebih 130.000 UMKM yang dijamin dengan dana yang mencapai Rp1 triliun.