Bisnis.com, SEMARANG -- Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah (Jateng) semakin bergantung pada industri logistik yang menjadi tulang punggung dalam pemasaran produk.
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Jateng, jumlah UMKM di provinsi itu telah mencapai 4,8 juta unit hingga kuartal III/2018. Dari jumlah tersebut, sebanyak 140.868 di antaranya merupakan UMKM binaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng dengan omzet mencapai Rp52,86 triliun yang bakal terus bertumbuh setiap tahunnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Ema Rachmawati mengatakan pertumbuhan dan keberlangsungan UMKM turut ditopang oleh peran perusahaan jasa pengiriman. Pasalnya, sebagian UMKM sudah berbasis online sehingga pemasarannya telah menembus pasar luar negeri.
"Jasa pengiriman ini sangat penting untuk bersama-sama menunjang keberlangsungan UMKM. Sekarang kan pemasarannya sudah lintas negara dan layanan dari penyedia jasa juga semakin baik," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (15/11/2018).
Menurut Ema, faktor kecepatan dan ketepatan pengiriman menjadi hal yang sangat utama. Alasannya, ada sebagian produk dari UMKM yang tidak awet dan perlu pengiriman cepat.
Masing-masing UMKM pun telah menjalin kerja sama dengan penyedia jasa pengiriman. Tak jarang, jasa pengiriman tersebut membantu pengusaha mulai dari proses pengemasan.
Dia berharap pertumbuhan UMKM di Jateng turut dibarengi oleh peningkatan inovasi oleh penyedia jasa pengiriman, khususnya yang mampu mempermudah pengiriman barang ke luar negeri. Hal tersebut untuk menunjang optimalisasi potensi ekspor dari UMKM Jateng.
Terkait hal tersebut, Ketua kelompok pengrajin tembaga dan kuningan Dukuh Tumang, Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali, Muhammad Mansur menerangkan orientasi ekspor produk Tumang mencapai 50% dari kapasitas produksi antara 100-150 ton per tahun.
Adapun tujuan ekspornya telah mencakup seluruh benua. Pasar Amerika dan Eropa menjadi yang utama, di samping Asia Timur yang memiliki permintaan yang tidak sedikit atas produk-produk dari Tumang tersebut.
Sayangnya, dari orientasi ekspor yang mencapai separuh dari kemampuan produksi tersebut, hanya sebagian kecil yang diekspor langsung oleh pengrajin.
"Sekarang kebanyakan diekspor lewat perantara. Ini tantangan bagi kami untuk bisa keluar dari zona nyaman. Memang ribet, tapi harus didorong untuk bisa ekspor langsung," tuturnya kepada Bisnis.
Dengan melakukan ekspor langsung, para pengrajin tembaga dan kuningan tersebut perlu menjalin kerja sama secara langsung dengan penyedia jasa pengiriman ke luar negeri yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi bisnisnya.
Sementara itu, Vice President Marketing JNE Eri Palgunadi menyatakan saat ini pengiriman barang oleh JNE sudah mencapai kisaran 20 juta shipment per bulan. Adapun angka pertumbuhan pengiriman JNE terus mengalami peningkatan hingga 30% per tahun.
Dari jumlah tersebut, pengiriman dari para pelaku bisnis digital cukup dominan dan tidak sedikit yang berskala UMKM.
"Dalam satu dekade ini, bisnis sudah berubah. Dulu orang memakai jasa JNE hanya untuk kirim barang secara pribadi. Sekarang, banyak pengiriman barang dari orang yang berbisnis," ucapnya kepada Bisnis.
Pertumbuhan pengiriman melalui JNE diklaim berbanding lurus dengan pertumbuhan industri kreatif di wilayah setempat, termasuk Jateng dan DI Yogyakarta.
Ada tiga jenis barang yang mendominasi, yakni produk fesyen, makanan, dan kriya. JNE pun telah menjalin kerja sama strategis dengan dengan para pelaku UKM.