Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2020, Jateng Targetkan PAD Capai Rp15,89 Triliun

Bapenda Provinsi Jawa Tengah menargetkan Pendapapatan Asli Daerah (PAD) 2020 tumbuh 9,7% year on year (yoy) menjadi Rp15,89 triliun.
Simpang Lima Semarang. Ilustrasi./Simpanglima.wordpress
Simpang Lima Semarang. Ilustrasi./Simpanglima.wordpress

Bisnis.com, SEMARANG—Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Tengah menargetkan Pendapapatan Asli Daerah (PAD) 2020 tumbuh 9,7% year on year (yoy) menjadi Rp15,89 triliun.

Kepala Bappenda Jateng Tavip Supriyanto, menyampaikan pada 2020, target PAD ditetapkan sebesar Rp15,89 triliun, naik 9,7% yoy dari 2019 senilai Rp14,488 triliun. Kontribusi paling besar masih berasal dari pajak daerah. (lihat tabel)

“Pajak daerah berkontribusi 83% terhadap PAD, kemudian PAD sah lainnya 15%, dan sisanya retribusi,” ujarnya kepada Bisnis di Kantor Gubernur Jateng, Rabu (13/11/2019).

Target pajak daerah pada 2020 mencapai Rp13,37 triliun, naik 11,41% yoy dari 2019 sebesar Rp11,99 triliun. Sampai dengan Oktober 2019, perolehan pajak daerah berkisar 83,02% dari target setahun penuh.

Tavip menyampaikan, sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berkontribusi paling besar Rp3,8 triliun per Oktober 2019, terhadap total penerimaan pajak daerah. Nilai itu mencakup 84,64% dari target setahun penuh Rp4,5 triliun.

Adapun, jumlah tunggakan pajak hingga Oktober 2019 mencapai Rp362,28 miliar. Untuk memacu penerimaan pajak, Bapenda Jateng telah membuat inovasi bayar pajak berbasis aplikasi bernama Sakpole.

Melalui aplikasi itu, masyarakat bisa membayar pajak dimana saja dan kapan saja. Ada pula 212 titik layanan pembayaran pajak di seluruh wilayah Jateng.

Titik layanan tersebar di 37 Samsat induk, 10 Samsat pembantu, 60 Samsat keliling, 19 Samsat gerai, 7 Samsat cepat drive thru, 21 Samsat paten, dan 56 Samsat siaga. Ada juga kerja sama dengan sejumlah perbankan, gerai ritel, dan marketplace.

“Dengan cara-cara tersebut, kami optimistis bisa mencapai target pajak 2019 sesuai rencana. Bapenda juga memberikan apresiasi dan penghargaan bagi wajib pajak yang loyal,” imbuhnya.

Tavip menjelaskan dana pajak daerah dan PAD nantinya dikembalikan untuk pengembangan daerah. Dana PKB dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) sejumlah 70% untuk pemrov dan 30% untuk pemkab/pemkot.

Adapun, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan pajak rokok, pembagian hasilnya 30% untuk pemprov dan 70% untuk pemkab/pemkot.

Oleh karena itu, Tavip mengimbau para pemerintah kota/kabupaten untuk bekerja sama dalam mengontrol pembayaran pajak, karena nantinya menjadi penerimaan untuk masing-masing daerah.

“Kami minta kontribusi pemerintah kota/kabupaten Jateng bersama mengawal pajak, karena hasilnya untuk kita bersama dan tentunya masyarakat,” tuturnya.

Bea Cukai

Sementara itu, Kantor Wilayah Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat pemasukan cukai per Oktober 2019 sebesar Rp28,72 triliun, atau mencakup 71,06% dari target setahun penuh Rp40,4 triliun.

Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kanwil DJBC Jateng-DIY M. Hakim Satria, menyampaikan pemasukan bea cukai wilayah Jateng-DIY hingga akhir Oktober 2019 mencapai Rp28,72 triliun, atau 92,28% dari target per Oktober 2019 senilai Rp29,2 triliun.

“Penerimaan per Oktober 2019 baru mencakup 71,06% target setahun. Kami akan terus berusaha agar target penerimaan tahunan dapat tercapai,” paparnya.

Perincian pemasukan Rp28,72 triliun terdiri dari bea masuk Rp1,73 triliun, bea keluar Rp73,66 miliar, dan cukai Rp26,9 triliun. Penerimaan cukai sebagai kontributor terbesar baru mencapai 70,50% dari target 2019 sebesar Rp38,17 triliun.

Hakim menjelaskan, penerimaan bea cukai Jateng-DIY didominasi Cukai Hasil Tembakau (CHT) dengan persentase sekitar 97%. Belum optimalnya produksi rokok PT Djarum, sebagai penyumbang terbesar CHT, menjadi kendala penerimaan.

“Sebetulnya ada kinerja positif dari peningkatan produksi rokok PT Norojono, Sukun, dan lainnya, tetapi belum dapat mengimbangi penurunan produksi Djarum,” imbuhnya.

Sementara itu, kendala dalam meraih penerimaan bea masuk adalah meningkatnya penggunakan importasi dari China yang menggunakan tarif preferensi dalam skema ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Pembebanan sebagian besar produknya adalah sebesar 0%.

Adapun, bea keluar saat ini terkendala dengan menurunnya volume ekspor produk veneer, yang merupakan produk penyumbang bea keluar terbesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper