Bisnis.com, SEMARANG – Naiknya tarif surat muat udara (SMU) setahun terakhir, ternyata masih sangat memberatkan pengusaha ekspedisi. Bahkan khusus wilayah Jawa Tengah, terjadi penurunan pengiriman sampai 50% di Bandara Internasional Jendral Ahmad Yani Semarang.
“Setahun terakhir, sejak diberlakukan ada penurunan pengiriman yang angkanya mencapai 50 persen. Sebelumnya pengiriman lewat kargo bandara, setiap bulan bisa mencapai 400 ton. Saat ini sejak SMU naik hanya 250 ton setiap bulan,” kata Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Jateng, Tony Winarno, Jumat (10/1/2020).
Mahalnya SMU, lanjut dia, membuat anggota organisasi Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (Empu) sangat terbebani. Bahkan akibat mahalnya tarif SMU satu perusahaan yang menjadi anggota Empu gulung tikar, karena tidak bisa menutup biaya operasional bisnis.
“Ada satu perusahaan yang tutup awal Januari ini. Kalau dibiarkan, dampaknya akan semakin besar apalagi tarif SMU memberatkan para pengusaha jasa pengiriman via pesawat udara,” jelasnya.
Kenaikan SMU lanjut Tony, terjadi dua tahun terakhir dan kenaikannya mencapai 350%. Ia menjelaskan, kenaikan pertama terjadi pada 2017 lalu, tarif SMU satu kilogram hanya Rp2.000 untuk pengiriman lokal, pada Oktober 2018 naik menjadi Rp7.500.
“Lalu 2019 mencapai Rp24.000 per kilogram, padahal minimal pengiriman 10 kilogram, selain pengusaha konsume juga pasti keberatan,” ujarnya
Selain pengusaha jasa pengiriman, dikhawatirkan mahalnya SMU ini juga akan berdampak pada pelaku UMKM di Jateng. Karena mahalnya ongkos kirim, pengusaha UMKM dipastikan juga akan keberatan. “UMKM juga akan kena dampak ,” tuturnya.
Agar biaya pengiriman melalui udara bisa ditekan, Asperindo lanjut Tony mencoba meminimalisir dengan menggunakan jalur darat. Apalagi infastruktur jalan Jawa Sumatra saat ini sangat baik, sementara pengiriman lewat udara dijadikan opsi lain ketika mendesak.
“Asperindo berharap pada Kementeri BUMN untuk segera mengatasi permasalahan yang dikeluhkan para pengusaha dan asosiasi. Karena BUMN harusnya untuk rakyat bukan kompetitor rakyat,” katanya. (K28)