Bisnis.com, JAKARTA - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menduga keberadaan raja Keraton Agung Sejagat Totok Santoso Hadiningrat di Purworejo Jawa Tengah sempat beraktivitas di wilayah DIY.
Setelah kasus Totok dan keratonnya merebak, media sosial belakangan ramai menyebut Totok sebenarnya pernah beraktivitas di Yogya dengan mengusung organisasi bernama Jogja Dec. Kepanjangan dari Jogja Development Committee.
“Kasus di Purworejo ini apa juga melibatkan orang sama [bernama Totok] yang dulu beraktivitas di Yogya dengan organisasinya, masih akan kami pastikan, “ ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Burkan Rudi Satria kepada wartawan Selasa (14/1/2020).
Totok dan istrinya, Fanni Aminadia alias Kanjeng Ratu Dyah Gitarja, yang diklaim sebagai permaisuri keraton fiktifnya itu telah ditangkap Kepolisian Resor Purworejo di ‘kerajaannya’ di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo Selasa malam.
Organisasi Jogja Dec Totok saat itu model gerakannya memungut uang pendaftaran dan iuran dari warga yang ingin menjadi anggota organisasi itu dengan biaya sekitar Rp 50 ribu. Jika sudah menjadi anggota gerakan itu maka bisa mendapat imbalan berupa gaji sebesar US$100-200 per bulan yang diambilkan dari simpanan sebuah bank di Swiss yang menyimpan Esa Monetary Fund (EMF).
“Modusnya saat itu yang saya ingat betul, kalau uang yang akan diberikan [sebagai gaji untuk anggota] merupakan harta peninggalan Presiden Soekarno di luar negeri,” ujarnya.
Benar saja, janji imbalan dari Totok yang saat itu mengaku sebagai Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia Wilayah Nusantara Jogja DEC itu tak pernah terwujud hingga satu per satu anggota organisasi itu mundur.
Jogja Dec lantas tenggelam dengan sendirinya dan tak terdengar lagi kabarnya sampai belakangan munculnya Keraton Agung Sejagat yang memunculkan nama Totok lagi.
“Jogja Dec saat itu aktivitasnya pindah-pindah, pernah di Sayegan, di Ngaglik [Kabupaten Sleman],” ujar Burkan.
Gerakan Jogja Dec pimpinan "raja" Keraton Agung Sejagat itu diawasi polisi karena terindikasi penipuan dan meresahkan masyarakat. “Sebab [imbalan] yang ditawarkan organisasi itu sangat tidak masuk akal,” kata Burkan yang melihat modus serupa di beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Kendal.