Bisnis.com, SEMARANG - Turunnya daya beli masyarakat menjadi lampu kuning bagi perekonomian Jawa Tengah. Intervensi dan konsistensi kebijakan diharapkan mampu menghindarkan Jateng dari bencana terburuk dalam sejarah perekonomian pascareformasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah (Jateng) menunjukkan kinerja daya beli yang ditandai dari konsumsi rumah tangga masyarakat Jateng merosot selama kuartal 1/2020. Konsumsi masyarakat hanya mampu tumbuh 3,76% year on year. Padahal sebelumnya konsumsi mencapai 4,79%
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Tengah Prasetyo Aribowo menyebutkan ada dua aspek yang menjadi perhatian utama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) yakni investasi dan konsumsi rumah tangga.
"Karena itu Gubernur Jateng, telah menginstruksikan APBD Jateng tahun 2020 & 2021 itu rescue & recovery," kata Prasetyo kepada Bisnis, Rabu (6/5/2020).
Dengan konsep APBD tersebut, lanjut Prasetyo, sejumlah kebijakan yang telah ditempuh selama pandemi berlangsung akan tetap diteruskan. Dia menyebut kebijakan tentang jaring pengaman ekonomi (JPE) dan jaring pengaman sosial (JPS) bahkan akan dimasukan dalam rencana kerja pemerintah daerah pada tahun 2021.
Adapun, Prasetyo menambahkan, belanja pemerintah akan didorong untuk menstimulus konsumsi rumah tangga. Di tingkat desa pemerintah telah menyiapkan stimulus APBD senilai 20 juta per desa yang pemanfaatannya pararel dengan dana desa khususnya program padat karya tunai.
Selain itu, dalam program JPE seperti bantuan bahan baku untuk kelompok UMKM, subsidi bunga untuk 10.000 UMKM, bantuan untuk kelompok tani dan peternak serta sekitar 150.000 sembako secara bertahap mulai pekan ini.
"Jadi di tengah turunnya konsumsi, belanja pemerintah akan didorong segera khususnya bansos dari APBD. Ini akan mulai diluncurkan bertahap minggu depan," tukasnya.