Bisnis.com, SEMARANG – Direktur Utama PT Indonesia Power Ahsin Sidqi menyebut Indonesia punya potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang melimpah ruah. Namun, tidak semuanya bisa dimanfaatkan.
Pemanfaatan EBT pada kegiatan pembangkit listrik masih berada di angka 12 persen. Padahal, di tahun 2025 nanti, bauran EBT diharapkan bisa memenuhi target di angka 24 persen. Masih rendahnya bauran EBT itu, menurut Ahsin, disebabkan oleh sejumlah kendala yang terjadi di lapangan.
“Pembangkit Mini-Hidro tantangan utamanya di debit air yang semakin berkurang, karena terjadi kerusakan hutan, juga perubahan iklim. Harganya juga sekarang tidak murah, karena memerlukan lahan yang luas,” jelas Ahsin pada Rabu (20/7/2022).
Ahsin mengungkapkan Indonesia Power sudah memiliki peta masalah terkait pemanfaatan EBT di Tanah Air. Dari situ, permasalahan utama sudah berhasil diidentifikasi lengkap dengan strategi penanganannya. Misalnya kendala utama pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang memiliki beban biaya tinggi akibat pembebasan lahan. Indonesia Power menawarkan alternatif dengan memanfaatkan lahan tidur yang tersedia di banyak daerah.
“Yang pasti, kuncinya satu, baterai. EBT sangat tidak reliable kalau tidak disertai baterai. Matahari hanya ada siang, PLTA hanya kalau ada angin. Alam itu memang ada, tapi ada keterbatasan,” jelas Ahsin.
Untuk itu, dalam peta jalan transisi EBT yang dilakukan Indonesia Power, pengembangan teknologi baterai menjadi salah satu agenda penting. Ahsin menjelaskan bahwa fasilitas Battery Energy Storage System (BESS) bakal tersedia secara masif mulai 2031 nanti. Selain mengembangkan fasilitas BESS, Indonesia Power bakal memberi perhatian khusus pada pengembangan teknologi baterai bagi kendaraan listrik.
Ahsin juga menjelaskan bahwa selain baterai, Indonesia Power akan coba mengembangkan komponen EBT untuk penggunaan di dalam negeri. “Kami akan membuat pabrik solar panel terbesar di Indonesia, dengan partner kami beberapa,” jelasnya.
Pada perkembangan lainnya, untuk mempercepat pemenuhan target bauran EBT, Indonesia Power saat ini tengah menerapkan sistem cofiring biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting. Pada 2020 lalu, uji coba cofiring telah dilakukan di 10 PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada tahun berikutnya, cofiring biomassa telah sukses menghasilkan 70,24 MW listrik dari 10 PLTU tersebut.
Indonesia Power menargetkan cofiring biomassa bisa dilakukan secara terus menerus di 10 PLTU. Target listrik yang dihasilkan mencapai 130,06 MW. Ahsin menyebut selain meningkatkan bauran EBT, strategi cofiring itu juga memberi manfaat positif bagi pemerintah daerah. Pasalnya, sampah biomassa kini bisa diuraikan dan menjadi energi yang lebih hijau.
“Dengan cofiring, sampah itu diolah secara sederhana dan masuk ke pembangkit. Jadi PLTU batu bara itu sudah mulai digunakan sebagai incinerator yang tidak menghasilkan emisi,” jelas Ahsin.