Bisnis.com, PURWOKERTO—Alumni Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, mengembangkan budi daya tanaman cabai di lahan percobaan atau "Experimental Farm" perguruan tinggi negeri itu.
"Kami bekerja sama dengan Fakultas Pertanian untuk mengembangkan tanaman cabai. Kami memilih tanaman cabai karena komoditas tersebut akhir-akhir ini sedang tren," kata Ketua Alumni Faperta Unsoed Rudi Purwadi saat panen cabai di lahan percobaan Unsoed Purwokerto, Minggu (26/2/2017).
Ia mengatakan hal itu disebabkan ketika tanaman cabai dibudidayakan saat musim hujan, risikonya sangat tinggi karena adanya serangan hama dan penyakit di samping faktor banjir.
Dalam pengembangan tanaman cabai di lahan percobaan itu, kata dia, pihaknya mengembangkan tanaman cabai yang diintroduksi dari Nunghem, Belanda, berupa cabai keriting "Panser" dan cabai besar "Fantastic".
Menurut dia, kelebihan dari dua jenis cabai tersebut terlihat dari asupan unsur haranya yang relatif sedikit dibandingkan dengan cabai-cabai hibrida lainnya.
"Kalau dulu kita kenal dengan cabai-cabai yang dintroduksi dari Taiwan, itu biasanya dalam satu tanaman diperlukan pupuk kimia sekitar 100 gram," katanya.
Akan tetapi dengan jenis Panser dan Fantastic, pihaknya hanya menggunakan pupuk kimia sekitar 20 gram per tanaman.
Dengan demikian, lanjut dia, dua jenis tanaman cabai itu telah memberi solusi bagi petani yang sering terkendala oleh faktor harga pupuk yang tinggi serta dapat meminimalkan penggunaan pupuk kimia.
"Kemudian dari sisi produktivitas, varietas ini cukup tinggi potensi hasilnya. Dengan perawatan yang intensif, hasilnya bisa mencapai 1,5-2 kilogram per tanaman untuk cabai besar, sedangkan untuk cabai keriting sekitar 1-1,5 kilogram per tanaman," katanya.
Ia mengatakan jika dalam 1 hektare lahan ditanami sekitar 16.000 batang cabai, hasilnya bisa mencapai 16-18 ton.
Rudi mengharapkan dua jenis cabai itu bisa memberikan solusi bagi petani yang selama ini dibingungkan dengan banyaknya varietas cabai di pasaran.
Disinggung mengenai kemungkinan dilakukan pengembangan budi daya tanaman cabai rawit merah yang harganya melonjak drastis, dia mengakui harga cabai rawit merah sangat menarik.
"Akan tetapi dari sisi budi daya, biasanya yang paling tinggi adalah biaya panen karena kecil-kecil sehingga lebih lama memetiknya," kata dia yang saat sekarang sedang mengembangkan tanaman cabai di Sukabumi, Jawa Barat.
Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan akan mengembangkan budi daya cabai rawit merah dengan menggunakan teknologi yang diterapkan pada pengembangan cabai keriting dan cabai besar berupa penggunaan mulsa plastik.
Menurut dia, selama ini budi daya cabai rawit dilakukan secara semitradisional dengan jarak tanam yang rapat meskipun beberapa petani sudah banyak yang menggunakan mulsa plastik.
Dia mengakui jika menggunakan teknologi mulsa plastik, petani akan kehilangan cukup banyak potensi hasilnya karena jarak tanamnya lebih jarang.
"Kami ke depannya akan berinovasi untuk budi daya cabai rawit dengan teknologi yang sama. Mudah-mudahan dari sisi produktivitasnya akan lebih tinggi," katanya.
Sementara itu, Dekan Faperta Unsoed Anisur Rosyad mengatakan kegiatan penanaman cabai bersama alumni Faperta ditujukan sebagai edukasi bagi mahasiswa.
Ke depan, kata dia, pihaknya bersama alumni akan meningkatkan bobot edukasi bagi mahasiswa melalui kerja sama tersebut.
"Jadi, keterlibatan mahasiswa akan kami tingkatkan," katanya.
Ia mengatakan pihaknya juga akan berbagi dengan kelompok tani di sekitar Unsoed maupun kelompok tani lainnya yang ingin membudidayakan cabai meskipun dalam kondisi cuaca sering hujan seperti yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Dalam hal ini, kata dia, keberhasilan menanam cabai di lahan percobaan itu akan ditularkan kepada petani di desa-desa binaan Faperta Unsoed.