Bisnis.com, SEMARANG - Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-DI Yogyakarta menggelar High Level Meeting (HLM) sebagai bentuk evaluasi pengendalian inflasi pada Semester I/2025.
Agenda tersebut digelar pada Selasa (24/6/2025) dan dipimpin langsung oleh Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
"Upaya stabilitasi dan ketahanan pangan membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang didukung dengan inovasi dari berbagai pihak baik dari Pemerintah Daerah, Kementerian dan Lembaga, serta lapisan masyarakat untuk membangun kesejahteraan masyarakat," ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X saat memimpin agenda rapat.
Sri Darmadi Sudibyo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi DI Yogyakarta, menyampaikan bahwa peningkatan produksi komoditas pangan strategis, penguatan program offtaker, serta penguatan kerja sama antardaerah (KAD) perlu terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan.
Terlebih, masih ada beberapa faktor pemicu inflasi yang perlu diantisipasi oleh pemerintah DI Yogyakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi di wilayah DI Yogyakarta per Mei 2025 masih terjaga di rentang sasaran nasional sebesar 2,5±1% (year-on-year/yoy).
Baca Juga
Adapun capaiannya hingga Semester I/2025 berada di angka 2,04% (yoy). Sudibyo menyebut, kinerja itu menjadi sinyal positif bagi DI Yogyakarta untuk memenuhi target inflasi nasional.
Namun demikian, Sudibyo mengungkapkan beberapa faktor yang perlu diantisipasi karena berpotensi memengaruhi laju inflasi.
"Terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai karena berpotensi memicu risiko inflasi DIY, yaitu pengaruh faktor musiman meliputi cuaca, pola tanam, dan permintaan serta kenaikan tensi geopolitik global yang berpotensi memicu tekanan harga komoditas global," kata Sudibyo dalam siaran pers.
Herum Fajarwati, Kepala BPS Provinsi DI Yogyakarta, menyebut bawa pergerakan inflasi di wilayah DI Yogyakarta masih sejalan dengan laju inflasi di tingkat nasional.
Sepanjang periode Januari-Mei 2025, laju inflasi di wilayah tersebut utamanya disumbang dari komoditas Bahan Bakar Minyak (BBM) dan beras.
"Setiap daerah perlu melakukan pemetaan dan pengendalian terhadap komoditas yang berpotensi mengalami kenaikan atau penurunan harga, utamanya pada komoditas yang memiliki andil yang besar dan komoditas yang memiliki gejolak harga yang tinggi," pungkasnya.