Bisnis.com, JAKARTA – Likuiditas bank pembangunan daerah atau BPD sampai dengan medio 2017 terlalu longgar. Selain karena perlambatan kinerja penyaluran kredit terpengaruh Idulfitri, juga ada faktor fungsi intermediasi bank yang belum optimal.
Hal tersebut tampak dari loan to deposit ratio (LDR) BPD per Juni tahun ini di level 75,69%, turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 80,37%. Data ini dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI).
Ekonom SKHA Eric Sugandi menyebutkan, ada dua faktor yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan kredit BPD kepada pihak ketiga per Juni 2017, yakni Idulfitri dan sikap pemerintah daerah yang belum gesit menggarap infrastruktur.
“Pada lebaran ada kebutuhan untuk menjaga likuiditas sehingga BPD simpan dana di aset likuid seperti fasbi. [Selain itu] kredit BPD banyak dipakai oleh pemda dan pemda mungkin belum langsung tancap gas kerjakan proyek,” ucapnya kepada Bisnis, Selasa (12/9/2017).
Penjelasan tersebut secara khusus merujuk hanya untuk likuiditas per Juni 2017. Adapun secara umum, imbuh Eric, selama ini ada masalah intermediasi pada tubuh BPD.
Porsi penempatan dana BPD di securities dan interbank cukup signifikan, walau porsi kredit kepada pihak ketiga memang lebih besar. Dengan kata lain, memang bank daerah kurang optimal dalam menyalurkan kredit karena penempatan dana di bank-bank lain dan securities.
“Ada masalah mindset juga di BPD yang menderung risk averse. Lebih aman penempatan di SBN dan interbank daripada salurkan lebih banyak kredit kepada pihak ketiga yang ada risiko default,” ujar Eric.
Direktur Operasional dan UUS PT BPD Jawa Tengah Hanawijaya mengatakan, financing to deposit ratio (FDR) per September tahun ini ada di level 81%. Dengan kata lain, BPD ini masih dapat menangani permintaan kredit sembari menjaga kelonggaran likuiditas.
“FDR kami semester pertama 78% sedangkan sampai dengan tengah bulan September 81%, artinya permintaan kredit masih bisa kami penuhi dengan tetap menjaga likuiditas,” ucapnya kepada Bisnis.
Guna menjaga likuiditas, Bank Jateng berupaya mengoptimalkan penghimpunan dana. Hal ini dilakukan guna memenuhi permintaan kredit yang masuk dengan cara lebih banyak terlibat dalam proyek infrastruktur pemerintah daerah (pemda).
Selain itu, perseroan juga menggiatkan layanan cash management dari pemda. “Bank daerah harus segera mewujudkan mimpi membangun cash management yang baik, jadi pengelolaan keuangan pemerintah daerah bisa langsung ke BPD-nya,” ucapnya.
Sementara itu, PT BPD Banten Tbk. alias Bank Banten sejauh ini membukukan loan to deposit ratio (LDR) pada kisaran 69%. Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa menuturkan, pihaknya hendak mendongkrak LDR untuk dapat menyentuh 80% - 83%.
“Kami ingin sampai 83% supaya dana yang kami himpun betul-betul optimum tersalurkan. Alhasil, fungsi intermediasi bank betul-betul optimum,” ujarnya.
Adapun Direktur Utama PT BPD Sumatra Utara Eddie Rizliyanto menyatakan likuiditas perseroan per Agustus berada pada kisaaran 69,5%. Menurutnya, level ini masih sangat longgar sehingga harus mendorong permintaan kredit.
“Strategi yang dilakukan [untuk push credit] di sektor konsumer kami lakukan dengan memperluas dengan masuk ke kredit pensiunan,” kata dia. Eddie menyatakan, saat ini kredit pensiunan BPD Sumatra Utara sudah berjalan. Tapi perseroan akan mendorongnya supaya lebih agresif mulai Oktober tahun ini.