Bisnis.com, SEMARANG – Penjelasan manajemen PT Nusantara Infrastructure Tbk. atau META kepada Bursa Efek Indonesia atas transaksi saham crossing senilai Rp1,8 triliun dinilai belum cukup mengungkap kebenaran informasi atas pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Pakar hukum bisnis Universitas Janabadra Yogyakarta Budi Untung mengatakan meskipun disebutkan ultimate shareholder PT Matahari Kapital Indonesia (MKI) selaku pembeli saham META dalam transaksi crossing tersebut adalah M. Ramdani Basri, hal itu harus dibuktikan dengan dokumen legal kepemilikan atas MKI.
“Penjelasan manajemen atas transaksi crossing itu harus disertai dengan bukti-bukti berupa dokumen legal perusahaan,” kata Budi yang juga dosen Universitas Pelita Harapan ini dalam keterangan pers, Senin (9/10/2017).
Budi berpendapat informasi soal transaksi crossing ini harus jelas dan transparan untuk melindungi kepentingan investor publik agar tidak dirugikan akibat transaksi tersebut.
Dia menilai penjelasan manajemen META berpotensi menimbulkan misleading information. Di satu sisi mengatakan transaksi crossing tidak menimbulkan perubahan pengendalian karena dilakukan oleh pihak yang sama, sedangkan di sisi lain saat menjelaskan soal harga negosiasi disebutkan bahwa harga ditentukan oleh masing-masing pihak secara internal.
“Mana yang benar, ini transaksi satu pihak apa dua pihak. Karena itu, pihak otoritas baik BEI maupun OJK harus memeriksa transaksi ini dengan detail,” tegasnya.
Seperti diketahui, sejak terjadinya transaksi di papan negosiasi pada 8 September 2017, MKI menguasai 6,6 miliar saham META setara dengan 43% dari total saham.
Saham sebanyak itu dibeli MKI dari Eagle Infrastructure Fund Limited (EI) sebanyak 3,4 miliar (22,3%) dan dari PT Hijau Makmur Sejahtera (HMS) sebanyak 3,2 miliar (21%) di harga Rp270, lebih tinggi dari harga pasar sekunder yang saat itu ditutup di level Rp192.
Sekretaris Perusahaan META Dahlia Evawani melalui keterbukaan informasi BEI menjelaskan MKI dimiliki oleh PT Annisa Kapital dan PT Almanda Kapital masing-masing 51% dan 49%. Adapun dua perusahaan itu dimiliki secara langsung dan tidak langsung oleh M. Ramdani Basri.
Dengan begitu, pengendali EI dan MKI merupakan pihak yang sama. Di MKI, M. Ramdani Basri menjabat sebagai komisaris, sedangkan direktur utama dijabat oleh R Mohamad Afdal Rezki PP dan Direktur Indrasari Setyowati.
Menjawab pertanyaan BEI, apakah dengan efektifnya transaksi negosiasi itu, MKI menjadi pemegang saham pengendali menggantikan HMS, Dahlia menjelaskan saat ini MKI memiliki 6,6 miliar saham atau 43%.
Pemegang saham pengendali MKI yang juga pengendali EI adalah pihak yang mempunyai kemampuan untuk menentukan baik langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan perseroan.
Menurut Budi, ada tiga hal yang perlu ditelusuri dalam transaksi ini. Pertama, dengan adanya transaksi ini, kini pihak pengendali META menjadi bertingkat-tingkat. META dikendalikan oleh MKI, dan MKI dikendalikan oleh PT Annisa Kapital dan PT Almanda Kapital. Tidak diungkap ada berapa lapis lagi di atas PT Annisa Kapital dan PT Almanda Kapital, sebelum sampai ke ultimate shareholder M. Ramdani Basri.
“Karena itu, kepemilikan bertingkat ini harus dibuktikan dengan legal dokumen,” tutur Budi.
Bahkan, bukan hanya kepemilikan bertingkat di MKI yang harus ditelusuri, tapi kepemilikan bertingkat di EI maupun HMS juga perlu diperiksa untuk membuktikan bahwa pengendali mereka adalah orang yang sama.
Kedua, pembelian saham META oleh MKI dari HMS disebut bertujuan untuk menambah kepemilikan MKI atas META. Padahal, dengan kepemilikan HMS sebesar 21% atas META, sebenarnya HMS juga sebagai pihak pengendali selain EI.
Dengan beralihnya saham HMS ke MKI sebenarnya telah terjadi perubahan pengendali dari dua pihak menjadi satu pihak yakni dari EI dan HMS ke hanya MKI.
“Dengan membeli saham dari HMS, sifat pengendalian MKI sekarang jauh lebih kuat. Ini kan perubahan pengendalian,” tuturnya.
Oleh karena itu, Budi berpendapat semestinya MKI melakukan tender offer atas saham META.
Ketiga, masih soal harga di pasar negosiasi yang ditentukan Rp270. Penjelasan dari manajemen META, hal itu dilakukan sesuai dengan mekanisme dalam pasar negosiasi. Penentuan harga dilakukan berdasarkan valuasi yang dilakukan masing-masing pihak secara internal dan selanjutnya dilaksanakan berdasaran kesepakatan para pihak melalui transaksi crossing.
Menurut Budi, penentuan harga berdasarkan negosiasi itu tidak logis, karena yang bertransaksi adalah dua pihak yang sama.
“Kalau negosiasi selalu dilakukan oleh dua pihak yang berbeda. Ini kan disebutkan pihak yang sama. Ultimate shareholder-nya sama, mengapa harus negosiasi. Kalau bisa malah dilakukan di bawah harga pasar supaya tidak membayar fee transaksi yang besar,” ungkapnya.