Bisnis.com, SEMARANG – PT Bank Central Asia Tbk. Area Semarang mencatat pembiayaan kembali dan pembiayaan rumah bekas mendominasi kredit perusahaan.
Assistant Vice President PT Bank Central Asia Tbk., Ronald Krisman Laongan memperkirakan pertumbuhan kredit konsumer di Area Semarang mencapai 20%-30% di 2018.
Target itu tergolong moderat. Pasalnya, jika berkaca di 2017, pihaknya berhasil tumbuh hingga 77% secara year-on-year dibandingkan Oktober 2017.
“Kami telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp1,1 triliun atau naik 77% dari posisi Oktober 2016,” kata Ronald di Semarang, belum lama ini.
Dia mengatakan penetapan target moderat ini dikarenakan menimbang terlaksananya pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur Jawa Tengah pada 2018 mendatang.
“Kami memperkuat komunikasi dengan tiga jalur, cabang, developer hingga agen perumahan,” katanya.
Dia mengatakan jika tidak menghitung run off yang timbul karena nasabah melakukan pelunasan dipercepat ataupun tenor kredit telah selesai, maka BCA Semarang telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp1,1 triliun atau naik 77% dari posisi Oktober 2016.
Ronald mengatakan tingginya pertumbuhan KPR di BCA tidak terlepas dari strategi perusahaan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi calon nasabah.
Dia mengatakan selain suku bunga yag sangat menarik yakni dimulai dari 6%, pihaknya juga memberikan service level agreement yang sangat singkat.
“Kami dapat memberi keputusan persetujuan KPR dalam 5-7 hari kerja semenjak persyaratan lengkap,” katanya.
Lebih lanjut, Ronal menyampaikan, dalam pembiayaan rumah di Jawa Tengah, khususnya Semarang, pihaknya memperkuat kemitraan dengan developer, agen penjual serta memperkuat mesin tenaga pemasar di kantor-kantor BCA.
“Minimal setahun sekali kami bertemu untuk mendiskusikan kendala yang dihadapi dan mencarikan jalan keluarnya. Rata-rata kami menyalurkan kredit Rp2 miliar sampai Rp3 miliar untuk nasabah di sini,” katanya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga triwulan III/2017, jumlah KPR yang dikucurkan perbankan untuk OJK Kantor Regional 3 yang mencakup Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai Rp20,14 triliun.
Jumlah itu naik 7,1% dibandingkan periode yang sama di 2016 yang tercatat baru sebesar Rp18,81 triliun.
Dari jumlah ini, OJK mencatat kredit terbesar diberikan untuk pembiayaan rumah tinggal. Segmen ini menyerap kredit sebesar Rp18,79 triliun.
Lebih tinggi dari periode lalu sebesar Rp17,53 triliun. Otoritas juga mencatat terjadi lonjakan kredit kepemilikan apartemen di wilayah Jawa Tengah.
Meski secara nominal relatif maih kecil, segmen kredit hunian vertikal ini tercatat tumbuh 19,85%. Atau kreditnya dari semula Rp254,17 miliar per 30 September 2016 menjadi Rp304,63 miliar pada periode sama tahun ini.
Sedangkan KPR untuk segmen usaha, berupa kredit kepemilikan rumah toko (ruko) hanya tumbuh tipis sebesar 2,75% atau dari Rp1,02 triliun menjadi Rp1,04 triliun.
Direktur Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 Indra Yuheri, mengatakan otoritas memperkirakan pada 2018 menjadi kesempatan industri perbankan untuk tumbuh lebih baik termasuk dalam segmen pembiayaan perumahan.
Apalagi saat ini suku bunga terus bergerak ke bawah sehingga memperkuat kemampuan masyarakat untuk melakukan pembayaran cicilan.
“Tahun depan diperkirakan konsumsi diprediksi membaik dan ini didorong dengan kredit berbasis sektor produktifitas seperti infrastruktur dan pembiayaan sektor unggulan Jawa Tengah,” kata Indra.
Otoritas, kata dia, memperkirakan kredit di Jawa Tengah dapat tumbuh 10%-12% atau minimal sama dengan capaian nasional.
Untuk 2017 sendiri, ia mengakui capaian penyaluran kredit di Jawa Tengah masih berada di bawah pencapaian perbankan nasional, “Per triwulan III/2017, kredit tumbuh 8,76%. Tapi Dana Pihak Ketiga di atas nasional yakni mencapai 11,7%,” katanya.