Bisnis.com, SOLO—Pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) tahun depan diprediksi lebih baik jika dibandingkan tahun ini yang realisasinya berada di bawah 10%. Transaksi digital pun didorong untuk terus dikembangkan.
“Selama dua tahun ini new normal condition dimana penyaluran kredit dan DPK melemah. Pelambatan ini karena perbankan melakukan proses konsolodasi. Masyarakat pun lebih memilih untuk menyimpan uangnya tidak di bank tapi di instrumen lain, seperti saham,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Bandoe Widiarto kepada JIBI, Senin (26/12/2017).
Perlambatan DPK ini dipengaruhi pertumbuhan deposito yang minus, yakni minus 7,8%. Penyaluran kredit juga terkendala karena permintaan dari masyarakat turun. Selain itu, bank juga melakukan pengetatan penyaluran kredit atau konsolidasi untuk menjaga non performing loan (NPL) rendah. Apabila dilihat dari jenis penyaluran, pertumbuhan paling kecil adalah kredit investasi yang hanya tumbuh 0,2% dan kredit modal kerja 11,1%.
Secara sektoral, pangsa kredit terbesar tersalurkan untuk sektor industri pengolahan, perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi dan makanan minuman (mamin).
Apabila dibandingkan dengan Oktober tahun lalu, perlambatan penyaluran kredit dipengaruhi perlambatan industri pengolahan, konstruksi dan penyediaan akomodasi dan mamin. Sedangkan sektor perdagangan besar dan eceran mengalami sedikit kenaikan.
Secara wilayah, perlambatan penyaluran kredit terjadi di Sukoharjo, Wonogiri, dan Sragen sedangkan penurunan penyaluran kredit terjadi di Klaten. Solo, Boyolali, dan Karanganyar masih ada perbaikan hingga Oktober.
BI Solo juga mencermati adanya kecenderungan perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan. Industri unggulan Jateng saat ini masih bertumpu pada industri tektil dan produk tekstil (TPT), mebel, dan tembakau yang menunjukkan perlambatan.
Oleh karena itu, dia menilai perlu ada upaya pengembangan alternatif sumber perekonomian baru dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki, seperti industri obat tradisional, pengolahan kopi, dan pariwisata. Ketiga alternatif tersebut memiliki keunggulan seperti tren bisnis yang meningkat, potensi ekspor tinggi, dan mengandung kebudayaan serta kearifan lokal.
Lebih lanjut, Bandoe menyampaikan tahun ini ada potensi perbaikan kredit dan DPK yang didukung pemilihan kepala daerah (pilkada), Asian Games Jakarta-Palembang, gencarnya pembangunan infrastruktur, dan juga dana desa yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Pembangunan desa yang sebelumnya dikerjakan kontraktor nantinya dikerjakan oleh masyarakat sekitar untuk meningkatkan daya beli.
“Solo bisa memanfaatkan pariwisata dengan menyelenggarakan bermacam event sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Apabila ekonomi bergerak dan konsumsi masyarakat naik, penyaluran kredit bisa ikut tumbuh,” kata dia.
Dia mengatakan ada tantangan lain di bidang perbankan dengan pesatnya perkembangan teknologi digital yang melahirkan e-commerce dan financial technology (fintech).
Teknologi digital ini perlu diwaspadai mengenai timbulnya risiko peningkatan cyber threat, pencucian uang, termasuk isu perlindungan konsumen yang dapat menganggu stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, BI menyusun peraturan untuk memastikan pelaksanaan sistem pembayaran fintech supaya aman dan memberi perlindungan konsumen.