Bisnis.com, KEDIRI—Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kediri mendorong perkebunan kopi rakyat di lereng Gunung Wilis masuk dalam peta kopi nasional dengan mendaftarkannya untuk memperoleh Sertifikat Indikisasi Geografis.
Kepala KPw BI Kediri Djoko Raharto mengatakan pendaftaran perkebunan kopi rakyat di lereng Gunung Wilis tersebut diharapkan bisa terealisasi pada tahun depan, bersamaan dengan telah berproduksi kopi Arabica dengan kualitas premium atau specialty bantuan dari BI Kediri ke petani di Tulungagung dan Kediri.
“Penanaman kopi Arabica tersebut dimulai pada 2017 dan diharapkan sudah berbuah pada 2019,” ujarnya pada diskusi Dukung Kopi Lokal dan Keuangan Inklusif di Kediri, akhir pekan kemarin.
Dengan telah berproduksi kopi Arabica jenis Komasti, Andongsari, Arabusta Longberry yang dikembangkan Puslit Kopi dan Kakao Jember, maka produksi kopi di lereng Gunung Wilis berkualitas premium. Benih yang dibantu BI Kediri sebanyak 24.000 pohon.
Produksi di lereng Gunung Wilis saat ini, dia akui, masih kecil. Jenis yang ditanam juga belum menggunakan benih unggul, berkualitas premium, meski produksinya tetap disenangani masyarakat.
Terbukti kopi yang ditanam di Blitar, Trenggalek, Tulungagung, dan Kediri selalu habis dipesan pelanggan. Intinya, lebih besar permintaan daripada pasokan.
Karena itulah, kata dia, usaha budi daya tanam kopi sangat prospektif, apalagi jika kopi yang dihasilkan berkualitas premium. Yang juga memberikan nilai tambah, pengolahan panen dan pasca panen baik dan benar sehingga dapat meningkatkan harga kopi yang berdampak mensejahterakan ekonomi petani kopi.
Kuasa Direksi PT Perkebunan Sumber Sari Petung, Kediri, Zaenudin, menambahkan Sertifikat Indikasi Geografis penting untuk melindungi kopi lokal agar tidak dihaki pihak lain. Apalagi jika kopi yang dihasilkan bermutu tinggi, specialty dan mempunyai kekhasan.
Kopi yang ditanam di lereng Gunung Wilis belum masuk peta kopi nasional selain produksinya masih kecil, juga belum didaftarkan Seritifikat Identifikasi Geografis.
Pengembangan kopi khas Gunung Wilis justru dimulai saat BI Kediri turun tangan, membantu petani kopi menyediakan bibit unggul, berkualitas premium.
Kopi yang ditanam itu akan berbuah setelah berumur tiga tahun. Jika pada tahun ke empat tanaman kopi bisa beradaptasi dengan tanah dan iklim setempat maka produksinya bisa berkelanjutan.
Rasa kopi Arabica khas Gunung Wilis masih belum diketahui karena belum berproduksi. Namun untuk menentukan rasa, maka beberapa komponen yang mempengaruhi, yakni kondisi tanah, iklim, serta pohon lingkungan, serta pemilihan benihnya.
Dia juga menegaskan, tren konsumsi kopi nasional setiap tahun tumbuh 2%/tahun sehingga diperkirakan pada 2030, jika tidak ada pertumbuhan produksi,maka produksi kopi nasional sudah tidak mencukupi untuk memenuhi dalam negeri.
Pemilik de Classe: Gelato & Coffe Blitar, Agus Sugito, menegaskan, produktifitas kopi nasional masih rendah bila dibandingkan negara kompetitor seperti Brazil dan Vietnam.
Rata-rata produksi kopi nasionalk hanya 1 ton/hektare/tahun, padahal Brazil dan Vietnam sudah mencapai 2 ton/hektare/tahun.
Pemilik Usaha Roasting Kopi RevoNeiro MalangTriadi Setiawan mengatakan untuk menghasilkan biji yang bagus kunci di petani, mulai dari pemetikan buah kopi yang merah, juga pengelolaannya hingga menjadi biji kering.
Dengan pengelolaan biji kopi yang bagus, maka pengusaha roasting kopi akan bersedia membeli kopi dengan harga yang tinggi. Karena itulah, pola pikir petani kopi yang mengolah kopi seadanya harus diubah menjadi pengolahan yang serius sehingga hasilnya menjadi kopi yang bermutu dan dapat diserap dengan harga yang tinggi oleh pasar.