Bisnis.com, SOLO – Pawiyatan Budi Rahayu School of Javanese Culture merupakan sekolah budaya Jawa yang didirikan di Senden, Boyolali.
Sekolah nonformal untuk masyarakat umum yang digagas Universitas Indonesia (UI) ini dibuka Selasa (31/7) dan kelas perdana diikuti 39 siswa yang terbagi dalam dua kelas.
Sebanyak 12 siswa di antaranya berasal dari mancanegara, mulai negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina, hingga negara yang letaknya cukup jauh dari Indonesia seperti Vietnam, India, Bangladesh, Afghanistan, Pakistan, dan Kazakhstan.
Bahkan ada juga siswa yang berasal dari Tajikistan. Dia adalah Mirza Amir, 32, laki-laki berkeluarga yang sehari-hari berwiraswasta sebagai pembuat tas kertas di negaranya.
Mirza Amir yang akrab disapa Mack ini menempuh jarak 3 hari perjalanan dari negaranya ke Indonesia.
“Saya terbang dari Tajikistan ke Usbekistan lalu ke Khazakstan dan seharusnya lanjut ke Malaysia. Tapi di ke Khazakstan terlambat 11 jam sehingga tiket hangus sehingga saya harus beli tiket baru ke Malaysia lalu baru ke Jakarta. Total saya 3 hari perjalanan sampai ke sini,” ujarnya di sela-sela waktu istirahat sekolah.
Semuanya ini dia anggap sebagai bagian dari perjalanan yang menyenangkan agar bisa belajar budaya Jawa, sebuah budaya yang berbeda dibandingkan negara asalnya.
“Saya memang ingin sekali mengetahui budaya yang berbeda dibandingkan dengan di negara saya atau negara di sekitar saya,” imbuhnya.
Saat ditanya kesan mengenai bahasa Jawa yang sedang dipelajarinya pada hari pertama sekolah, Mack mengaku mengalami kesulitan melafalkan dan mengingatnya.
“Susah banget ngomong Jawa buat saya. Kata-katanya sangat panjang. Lidah saya susah beradaptasi, lebih mudah belajar bahas China,” ujarnya berkelakar.
Meski demikian, Mack mengaku akan berusaha, termasuk berusaha mempelajari seni dan budaya Jawa.
Sementara itu, salah satu peserta lain asal Filipina, Nathan, 22, mengatakan, sebenarnya budaya Indonesia mirip dengan budaya mereka. Sehingga tidak terlalu sulit baginya untuk mengenal budaya Jawa.
Namun lebih dari itu, tujuan lain selain belajar budaya Jawa adalah untuk mencari teman baru dan rumah kedua. “Budaya Filipina tidak beda jauh berbeda dengan Indonesia. Bahkan kami sulit membedakan apakah kita orang Indonesia atau Filipna karena kita punya banyak sekali kesamaan. Tapi saya ingin mencari teman baru dan rumah kedua bagi saya dan di sini ini sangat bagus,” ujar mahasiswa ini.
Desa Wisata
Selain memiliki potensi keindahan alam, Desa Senden, Kecamatan Selo Boyolali memiliki seni budaya yang potensial untuk dijadikan komoditas wisata.
Sayangnya, kondisi masyarakat setempat belum mampu mengoptimalkan potensi tersebut. Untuk itu Universitas Indonesia melalui Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya mempersiapkan masyarakat desa yang berada di lereng Merapi-Merbabu ini menuju desa mandiri wisata.
Salah satunya adalah dengan medirikan sekolah budaya Jawa di desa setempat. Sekolah ini diharapkan menarik minat masyarakat Indonesia dan mancanegara yang ingin belajar mengenai bahasa dan seni budaya, khusunya Jawa sehingga mereka akan datang ke Senden untuk belajar dan berwisata.
Sekolah nonformal ini menggunakan rumah-rumah warga untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) mereka. Dengan peserta/siswa minimal 10 orang, para siswa akan mendapatkan pelatihan singkat tentang bahasa Jawa dan kesenian setempat seperti gamelan, jathilan, dan kethoprak.
Sekolah yang bernama Pawiyatan Budi Rahayu School of Javanese Culture saat ini masih dalam pendampingan UI, namun ke depan sekolah ini bisa dijalankan oleh masyarakat setempat.
Penggagas kegiatan, Widyasmaramurti mengatakan, Pawiyatan Budi Rahayu School of Javanese Culture merupakan pengabdian masyarakat yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) UI.
“Ini adalah kelanjutan program tahun lalu 2017 dari DRPM UI. Saat itu kami membuka laboratorium bahasa dan budaya Jawa di sini untuk mencari materi bahan ajar yang khas dari daerah Senden,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela KBM.
Dipilihnya Senden sebagai lokasi sekolah karena pihaknya juga melihat masyarakatnya ingin maju. “Kami melihat masyarakatnya benar-benar ingin maju dan mengajukan permohonan untuk didampingi UI dalam meningkatkan kemandirian masyarakat,” ujar Widyasmaramurti atau Mara yang juga dosen FIPB UI tersebut.
Pihaknya sangat berharap, keberadaan sekolah ini akan memberi manfaat dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Wujudnya antara lain dengan tumbuhnya homestay, warung-warung makan, dan sebagainya.
“Agar masyarakat siap, kami juga sudah memberikan pelatihan homestay kepada warga dengan memaksimalkan apa yang mereka punya agar bisa memberikan hasil. Sedangkan para tamu akan menjadi bagian dari masyarakat setempat,” imbuhnya.
Sementara itu, para siswa sekolah budaya ini akan berada di Senden selama sepekan hingga Sabtu (4/8). Kepulangan mereka ke daerah asal sekaligus sebagai“duta wisata” yang akan membawa informasi mengenai Senden.
Sementara Ketua RT 4/3 Senden, Marjiyanto sangat mengharapkan desanya menjadi desa wisata yang maju. “Kami sangat berharap Senden menjadi desa wisata sehingga masyarakatnya lebih maju dalam semua aspek,” kata dia.