Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Anjing Liar DIY di Wajan Tongseng

Warung tongseng jamu milik Suratmi yang terletak di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta tampak ramai oleh pelanggan yang keluar masuk warung untuk memesan dan membawa pulang tongseng jamu.
Budaya makan daging anjing juga ditemui di negara lain. Warga Yulin Guangxi, China menikmati daging anjing di Festival Yulin./dailymailcouk
Budaya makan daging anjing juga ditemui di negara lain. Warga Yulin Guangxi, China menikmati daging anjing di Festival Yulin./dailymailcouk

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Warung tongseng jamu milik Suratmi yang terletak di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta tampak ramai oleh pelanggan yang keluar masuk warung untuk memesan dan membawa pulang tongseng jamu.

Saat Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) berkunjung ke warungnya, ada sekitar 7 orang yang memesan tongseng jamu buatan Suratmi. Suratmi mengakui sejak berdiri pada 1970, warung tongseng jamunya selalu ramai oleh pelanggan. Bahkan Suratmi juga memiliki pelanggan setia sejak bertahun-tahun yang lalu.

“Jualan ini [tongseng jamu/tongsen asu] ramai terus. Penikmatnya kan banyak juga, sudah sejak bertahun-tahun lalu. Ini juga dijalankan turun-temurun. Kalau sedang ramai begini, sehari bisa menyembelih empat ekor anjing,” kata Suratmi sambil terus mengaduk wajan berisi tongseng jamu.

Sembari meletakkan piring-piring berisi tongseng jamu lengkap dengan nasi kepada para pelanggannya malam itu, Suratmi menuturkan dia selalu mendapat pasokan anjing liar dari Jawa Barat. Anjing liar tersebut dibelinya dalam keadaan hidup.

Suratmi kemudian membawa anjing-anjing tersebut ke Bambanglipuro, Bantul, tempat kandang anjing miliknya berada. Anjing-anjing diberi makan dan minum yang cukup di kandang tersebut. Tidak ada pemeliharaan yang terlalu repot.

“Kalau disembelih susahlah, harus orang banyak. Nggak bisa satu dua orang. Orang empatlah. Diikat dulu kaki, tangan, moncongnya, baru disembelih,” terang Suratmi.

Suratmi tak menampik bahwa ada cara lain untuk mematikan anjing selain dengan disembelih. Suratmi enggan menyebutkan caranya. Mukanya mendadak masam.

Dia hanya mengatakan tindakan selain penyembelihan dilakukan dengan metode yang tidak mengeluarkan darah anjing dari dalam tubuhnya. Tujuannya agar daging yang dihasilkan lebih empuk dan lebih hangat. Hal tersebut yang dicari oleh para konsumen tongseng jamunya.

Suratmi mengatakan saat ini daging anjing jenis apapun bisa dijadikan tongseng jamu. Daging yang keras dapat menjadi empuk apabila sang pedagang tahu cara mengolahnya. Namun Suratmi lebih memilih menggunakan daging anjing liar atau biasa disebut anjing hutan.

Soal tongseng jamu bikinannya, Suratmi mengaku banyak pelanggan yang menyukai karena selain dapat menghangatkan tubuh, tongseng jamu juga bisa mengobati penyakit gatal-gatal apabila metabolisme tubuh pelanggan cocok dengan tongseng jamu.

“Sebenarnya kalau makan daging anjing itu kan sudah ada daridulu ya, malah dulu lebih banyak. Buat obat, buat penghangat tubuh. Tetapi ada yang enggak makan juga, ya itu juga tidak apa-apa. Namanya juga budaya,” kata Suratmi.

Lembaga pemerhati hewan Animal Story Indonesia regional DIY konsen terhadap isu kejahatan terhadap hewan menemukan fenomena yang menyertai tren adanya tongseng daging anjing.

“Kami rescuer hobi memantau media sosial, kadang suka ada masyarakat atau rescuer melapor, ada anjing peliharaan disandera oknum. Oknumnya bilang kalau anjingnya enggak ada yang beli, mau dijual ke bakul sengsu [tongseng asu]. Sekarang enggak pandang bulu itu jenis anjing apa, semua ngancam mau dijual ke sengsu. Kalau enggak ditebus ya dijual beneran ke sengsu,” kata Yanuar Indarto alias Yanuar Peso, Admin Animal Story Indonesia regional DI.

Dia menambahkan mengatakan saat ini tengah marak fenomena di mana oknum menculik hewan peliharaan untuk mendapatkan sebuah tebusan.

Biasanya Yanuar menemukan oknum beraksi di Cebongan, Sleman. Daerah tersebut paling rawan terjadi penculikan anjing. Biasanya oknum meminta tebusan Rp800.000 untuk satu anjing liar yang disandera. Para rescuer biasanya menyisihkan uang mereka untuk membebaskan satu anjing.

Menanggapi fenomena tersebut, Yanuar mengatakan, pihaknya selalu gencar melakukan campaign dogs are not food ke masyarakat dan masuk ke beberapa TK maupun SD. Penanaman mindset bahwa anjing bukan makanan dirasa tepat dilakukan sejak dini.

“Kami ada campaign dogs are not food. Paling hanya itu saja. Kalau teman-teman di Jakarta udah mengusahakan peraturan larangan konsumsi anjing ke pemerintah pusat. Ya, memang hukum di sini tentang larangan konsumsi anjing juga belum jelas."

"Kalau ada sepertinya susah diterapkan. Pasal-pasal tentang hukuman bagi pelanggar perlindungan terhadap anjing juga sebenarnya sudah ada di KUHP, tetapi praktiknya terbentur kultur makan daging anjing yang sudah dari dulu,” kata Yanuar.

Kepala Dinas Pertanian DIY yang membawahi Bidang Peternakan, Sasongko, mengatakan menurut UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang kesejahteraan hewan, hewan apapun wajib diperlakukan dengan baik ketika hendak dimatikan atau dalam pemeliharaannya.

Sasongko mengaku telah mendapat laporan dari Kabupaten bahwa praktik penyembelihan anjing untung Tongseng Jamu melanggar UU Kesejahteraan Hewan. Namun, dia juga tak menampik bahwa praktik tersebut masih sangat sulit untuk dihentikan.

“Kami sulit untuk menindak kekejaman bakul sengsu terhadap anjing, kenapa? Karena tidak ada peraturan jelas dari pusat yang melarang, apalagi spesifik larangan konsumsi. Jadi Perda belum ada rujukannya."

"Sementara itu kami kalau mau ada sosialisasi menyembelih dan memperlakukan anjing dengan baik kepada para bakul juga nanti takutnya mereka kira kami melegalkan makan anjing, padahal sebenarnya itu dilarang. Nanti malah semakin merajalela,” katanya.

Sasongko mengatakan saat ini Pemda DIY hanya mampu berkontribusi melalui pengawasan keluar masuk seluruh jenis hewan di DIY, termasuk anjing liar. Seluruh hewan yang masuk ke DIY wajib membawa surat rujukan bebas rabies dari instansi terkait.

Namun lagi-lagi, Sasongko tidak menampik bahwa masih banyak pedagang anjing liar yang mayoritas dari Jawa Barat, memperdagangkan anjing mereka dengan sembunyi-sembunyi tanpa surat rujukan bebas rabies.

“Ada juga yang ngirim anjing liar ke sini sudah dalam keadaan mati, jadi pas lewat pos penjagaan ya penjaganya enggak tahu kalau dalam truk ada anjing selundupan. Kan anjingnya tidak menggonggong. Baru ketahuan pas sudah di Bantul. Saya minta teman kabupaten survei, dia bilang masih sulit dilakukan. Para pedagang Tongseng Jamu juga selalu menyembunyikan banyak hal dari kami, sulit terbuka,” kata Sasongko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Sumber : JIBI/Solopos

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper