Bisnis.com, KARANGANYAR – Menghirup udara bebas dengan status sebagai nara pidana (napi) yang melarikan diri ternyata membuat Sunarman, 31, warga Dukuh Mojodipo, Desa Jatirejo, Jumapolo, Karanganyar menjadi tidak tenang.
Sunarman merasa selalu ada yang mengawasi karena masih berstatus napi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas 2A Palu yang melarikan diri setelah terjadi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulteng pada Jumat taggal 28 September.
Ia masih mengingat jelas peristiwa gempa dan tsunami di Palu yang menewaskan ribuan orang. Sebagai napi narkoba sebelum kejadian sedang beristirahat bersama ratusan warga binaan. Gampa bumi berkekuatan 7,4 pada skala richter tiba-tiba menguncang daerah Palu. Tembok pagar tahanan roboh dan listrik padam.
Sebanyak 800 warga binaan yang ada di dalam lapas panik menyelamatkan diri. Ia termasuk napi yang melarikan diri keluar LP untuk menyelamatkan diri. Hanya ada 50 napi yang bertahan di rutan pada saat itu. Sunarman harus berjalan puluhan kilo meter dalam kondisi jalan gelap gulita dan disepanjang jalanan banyak tergeletak korban.
Lokasi LP berada di Jeneponto, Kota Palu. Sunarman tinggal di Palu bersama istri Wahyuni dan anak pertama, Mela, 10. Sementara anak kedua, Cicilia, 2 ikut neneknya di Karanganyar.
“Saya setelah melarikan diri langsung mencari keluarga. Setelah berhasil menemukukan istri dan anak langsung meninggalkan Kota Palu menuju ke Makassar bersama rombongan puluhan warga Karanganyar yang merantau dengan naik sembilan mobil,” kata dia.
Ia menjelaskan meninggalkan Makassar pada tanggal 2 Oktober dengan menumpang kapal. Sampai di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada tanggal 5 Oktober.
Kemudian istirahat beberapa hari di Surabaya untuk dilakukan pendataan. Setelah itu melanjutkan perjalanan menuju ke Karanganyar dan tiba di kampung halaman pada tanggal 9 Oktober malam.
“Saya sepekan di kampung halaman sebelum akhirnya menyerahkan diri ke Rutan Kelas 1A Solo diantar kakak ipar. Saat berada di kampung mengaku warga bisa bukan napi agar tidak dicurigai,” kata dia.
Kondisi tersebut, lanjut dia, tidak sepenuhnya membuat dirinya tenang. Pada Selasa (16/10) merupakan batas terakhir napi LP Kelas 2A Palu yang melarikan diri supaya segera menyerahkan diri. Napi yang tidak menyerahkan diri akan masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Saya memilih menyerahkan diri dari pada menjadi DPO. Keluarga juga mendorong agar menjalani sisa tahanan supaya bisa hidup tenang. Sebelumnya sudah sepekan di kampung halaman bersama keluarga,” kata dia.
Ia mengaku tidak mandi dan ganti baju selama perjalanan pulang dari Palu ke Karanganyar. Selama dalam perjalanan tidak membawa uang sama sekali. Bahkan untuk bertahan hidup selama perjalanan menggantungkan hidup berupa sumbangan makanan dari sukarelawan.
“Saya berharap bisa melanjutkan sisa tahanan di Rutan Solo karena bisa lebih dekat dengan keluarga di Karanganyar. Semua harta benda di Palu tidak ada yang selamat sehingga memutuskan kembali ke kampung halaman,” kata dia.
Kepala Keamanan Rutan Solo, Andi Rahmanto, mengungkapkan Selasa pukul 09.30 WIB menerima kedatangan napi dari LP Kelas 2A Palu menyerahkan diri ke Rutan Solo dengan diantar keluarganya. Napi tersebut bernama Sunarman warga Karanganyar yang terlibat kasus penyalahgunaan narkotika.
“Sunarman diketahui sebagai napi yang divonis empat tahun penjara dalam kasus narkoba. Namun, baru menjalani satu tahun lima bulan dipenjara terjadi gempa bumi dan tsunami sehingga melarikan diri. Kami sudah berkoordinasi dengan petugas LP di Palu terkait nasib napi ini,” kata dia.
Ia menjelaskan hari ini [Selasa] merupakan batas terakhir napi yang melarikan diri agar menyerahkan diri ke rutan setempat. Sunarman mengetahui imbauan itu langsung menyerahkan diri ke Rutan terdekat sesuai instruksi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhumham).
“Saya belum bisa memberikan jawaban soal kelanjutan nasib napi ini. Status napi saat ini masih titipan. Kami menunggu hasil koordinasi antara Kemenhumham Wilayah Jateng dengan Makassar, Napi dari Palu ditempatkan di blok D khusus narkoba,” kata dia.