Bisnis.com, SEMARANG - Jawa Tengah perlu mewaspadai neraca perdagangan yang cenderung mengalami defisit, sehingga bisa berujung pada terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi.
Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng, Rahmat Dwisaputra mengatakan pertumbuhan ekonomi Jateng pada tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pencapaian tersebut masih konsisten dengan perekonomian Jateng yang sejak 2012 tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh di kisaran 5%.
Pada kuartal III/2018, pertumbuhan ekonomi Jateng mencapai 5,38%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,17%.
Rahmat mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Jateng pun terus didorong oleh percepatan pertumbuhan investasi dan konsumsi rumah tangga. Namun, di sisi lain impor pun terus naik, sehingga menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi.
"Secara historis pertumbuhan ekonomi Jateng selalu di atas nasional, tapi pertumbuhan tersebut lagi-lagi ditahan laju impor yang cukup tinggi. Jadi, investasi melonjak, tapi impor barang modal juga naik," ujarnya dalam acara "Business Challenges 2019: Prospek Ekonomi Jawa Tengah di Tahun Politik", Kamis (13/12/18).
Meskipun demikian, Rahmat menyatakan optimistis perekonomian Jateng masih positif pada 2019. Hal tersebut bakal didukung oleh penyelenggeraan pemilihan umum serentak menelan biaya cukup tinggi.
"Belanja pemilu akan cukup besar. Dibandingkan dengan 2014, jumlah hari pemilu di 2019 juga lebih banyak. Ini jadi peluang karena biaya yang dikeluarkan juga cukup tinggi," tuturnya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur di Jateng yang masif diyakini akan turut mendukung pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.