Bisnis.com, PURBALINGGA – Luasan lahan tebu di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, menurun akibat tingginya biaya angkut menuju pabrik gula yang berada di luar daerah, kata Kepala Dinas Pertanian (Dinpertan) Kabupaten Purbalingga Lily Purwati.
"Luas lahan tebu di Purbalingga pada 2000-an mencapai 1.600 hektare, tapi secara bertahap menurun dan sekarang tersisa sekitar 200 hektare yang tersebar di Kecamatan Kemangkon, Pengadegan, dan Kaligondang," ujarnya di Purbalingga pada Rabu (20/3/2019)..
Dia mengemukakan mengatakan saat lahannya masih luas, tebu yang dihasilkan petani Purbalingga digiling di Pabrik Gula Sumberharjo Pemalang, namun sekarang sudah tutup.
Selain itu, ada pula tebu yang dijual ke Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta, Pabrik Gula Cirebon, dan Pabrik Gula Sragi Pekalongan karena Purbalingga tidak memiliki pabrik gula.
"Dulu memang ada Pabrik Gula Kalibagor di Banyumas (pabrik gula terdekat dengan Purbalingga) namun rendemennya sangat rendah karena pabriknya sudah sangat tua sehingga keuntungan petani minim. Kemudian kita menggilingkan di Sumberharjo, rendemennya pernah 8 persen, artinya 1 kuintal tebu itu menjadi 8 kilogram gula sehingga cukup menguntungkan petani," paparnya.
Oleh karena banyak pabrik gula yang tutup dan adanya impor gula, lanjut Lily, tebu yang dihasilkan petani Purbalingga harus dijual ke Madukismo maupun Sragi sehingga biaya angkut meningkat dan keuntungan yang diperoleh petani menjadi berkurang.
Dengan demikian, banyak petani yang mengubah lahan tebunya menjadi sawah tadah hujan untuk ditanami padi.
Lebih lanjut, Lily mengatakan jika beberapa waktu lalu ada sejumlah investor yang berniat mendirikan pabrik gula di Purbalingga.
"Namun, ternyata tidak ada tindak lanjut. Kalau ada investor (yang membuka pabrik gula di Purbalingga) tentunya akan menekan biaya angkut, sehingga pendapatan yang diperoleh petani akan lebih tinggi," paparnya.