Bisnis.com, SRAGEN — Musim kemarau membuat petani cabai di Kecamatan Kedawung, Sragen, kesulitan mendapatkan pasokan air yang berdampak hasil panen tidak maksimal.
Tanaman cabai merah besar yang banyak dibudidayakan petani di Desa Celep, Kecamatan Kedawung, sebagian besar sudah layu karena kekeringan. Para petani terpaksa memanen cabai lebih dini. Ukuran cabai merah besar pun tidak bisa maksimal karena kurangnya pasokan air. Kulit dari cabai itu juga sudah berkerut seperti cabai yang sudah kering karena sudah lama dipanen.
“Untuk mengairi lahan seluas sekitar 2.500 meter persegi ini, biasanya kami membeli air seharga Rp200.000. Air yang dibeli itu dialirkan dari bendung sejauh sekitar 3,5 km. Biasanya saya hanya mengairi tanaman ini sekali dalam sepekan. Tapi, sekarang tanaman cabai ini sudah telanjur kering. Mau diairi juga sudah percuma karena sebentar lagi akan mati,” jelas Sadino, 42, petani cabai asal Dusun/Desa Celep, Kecamatan Kedawung, saat ditemui Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Minggu (23/6/2019).
Sebelum musim kemarau datang, rata-rata Sadino bisa memanen hingga 200 kg cabai. Setelah sebagian tanaman cabai mengering, Sadino hanya bisa memanen cabai sekitar 150 kg atau ada penurunan sekitar 50 kg. Banyaknya tanaman cabai yang mengering membuat pasokan komoditas pasar ini menurun.
“Karena barang langka, harga cabai merah besar di pasaran saat ini mencapai sekitar Rp35.000-38.000/kg. Padahal, beberapa hari setelah Lebaran, harganya sempat anjlok hingga Rp15.000/kg,” ucap Sadino.
Yuliatman, pedagang sekaligus pemasok cabai di Pasar Bunder mengatakan harga cabai merah besar naik dari Rp32.000/kg menjadi Rp38.000/kg dalam dua hari terakhir. Warga asal Sambirejo itu biasa memasok aneka macam cabai hingga 1,5 ton. Akan tetapi, dalam beberapa pekan terakhir, Yuliatman kesulitan untuk mendapatkan pasokan cabai.
“Sekarang ini saya hanya bisa mendapatkan 1 ton cabai. Itu pun dapatnya dengan susah payah. Karena langka, kami mendatangkan cabai itu dari Banyuwangi hingga Madura,” jelas Yuliatman.