Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Penyebaran Leptospirosis di Gunungkidul Menurun

Kasus leptospirosis masih terjadi di Gunungkidul. Meski demikian, selama tiga tahun terakhir jumlah kasus dan penyebarannya terus menurun. Untuk mengantisipasi, masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan, terlebih saat musim penghujan.
Muhammad Nadhir Attamimi
Muhammad Nadhir Attamimi - Bisnis.com 10 Desember 2019  |  20:46 WIB
Penyebaran Leptospirosis di Gunungkidul Menurun
Ilustrasi leptospirosis, - JIBI

Bisnis.com, GUNUNGKIDUL - Kasus leptospirosis masih terjadi di Gunungkidul. Meski demikian, selama tiga tahun terakhir jumlah kasus dan penyebarannya terus menurun. Untuk mengantisipasi, masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan, terlebih saat musim penghujan.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Dewi Irawaty, mengungkapkan berdasar data tahun ini terdapat sembilan kasus leptospirosis di Gunungkidul, satu penderita di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut diakuinya menurun dibanding 2018.

"Kasus penyakit leptospirosis tahun ini menurun, hanya terjadi sembilan kasus, pada 2018 tercatat ada 17 kasus dan 2017 sebanyak 64 kasus," kata Dewi saat ditemui Selasa (10/12/2019).

Dewi mengungkapkan leptospirosis merupakan bakteri yang biasanya ditularkan melalui tikus dan dapat mudah tertular kepada manusia. Terlebih, saat musim penghujan seperti saat ini, penyebaran leptospirosis perlu diwaspadai oleh masyarakat.

Dinkes terus memantau perkembangan bakteri tersebut, di mana dalam hasil penelitian sudah ditemukan penyebarannya menyasar ke wilayah pantai.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbangkes Banjarnegara, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu, ditemukan adanya tikus di Pantai Timang yang mengandung bakteri leptospira, tapi masyarakat tidak perlu khawatir karena bisa dihindari dengan perilaku hidup bersih dan sehat," kata dia.

Sekretaris Dinkes Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka, menambahkan bakteri leptospira berasal dari hewan-hewan tertentu. Bakteri tersebut biasanya menyebar melalui air. Umumnya, penyakit tersebut keluar dari urine hewan tertentu seperti tikus.

Menurutnya, penyebaran bakteri itu berawal dari perilaku manusia yang kurang perhatian dan tidak menjaga kebersihan tubuhnya. Sebab, bakteri itu hidup di perairan berlumpur, tanah basah, air tawar dan tumbuhan di mana banyak aktivitas manusia. "Contoh kecil, petani masuk ke sawah dalam kondisi ada luka kecil di kakinya, itu sangat berisiko," ujarnya.

Priyanta mengimbau masyarakat yang beraktivitas di tempat-tempat tersebut untuk menggunakan pelindung tubuh, serta menutup luka dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi kontak langsung dengan hewan pembawa bakteri tersebut. "Jaga kebersihan dan jauhi aktivitas yang berisiko," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

gunungkidul Leptospirosis

Sumber : Harian Jogja

Editor : Sutarno

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    Terpopuler

    Banner E-paper
    back to top To top