Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akui Tekstil Jateng Anjlok, Ini Langkah Pemerintah

Pengusaha mengakui mengalami masa sulit saat ini. Namun, beban mereka agak sedikit diringankan dengan sejumlah insentif dari pemerintah.
Peserta pelatihan program Fashion Technology Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) memproduksi alat pelindung diri (APD) sesuai dengan standar keamanan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di Unit Pelaksana Teknis Pusat BBPLK Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/3/2020). BBPLK Semarang bekerja sama dengan Pemprov Jateng memproduksi baju pelindung tenaga medis tersebut guna memenuhi kebutuhan sejumlah rumah sakit di Jateng yang menangani kasus virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Aji Styawan
Peserta pelatihan program Fashion Technology Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) memproduksi alat pelindung diri (APD) sesuai dengan standar keamanan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di Unit Pelaksana Teknis Pusat BBPLK Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/3/2020). BBPLK Semarang bekerja sama dengan Pemprov Jateng memproduksi baju pelindung tenaga medis tersebut guna memenuhi kebutuhan sejumlah rumah sakit di Jateng yang menangani kasus virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Aji Styawan

Bisnis.com, SEMARANG - Pemerintah mengakui kinerja industri tekstil di Jawa Tengah menurun karena terhambatnya pasokan bahan baku tekstil dan produk tekstil (TPT) akibat penyebaran virus Corona (Covid-19).

Kepala Dinas Perindustrian & Perdagangan Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Arif Sambodo, mengatakan beberapa perusahaan memang mengalami penurunan produksi, karena kebanyakan bahan baku mereka berasal dari China. "Padahal China (waktu itu) lockdown," kata Arif kepada Bisnis, Kamis (2/3/2020).

Arif melanjutkan, pihaknya tengah mendorong pemilik usaha untuk memanfaatkan kebijakan relaksasi yang tedapat di paket kebijakan stimulus ekonomi kedua.

Pemerintah daerah bersama Otoritas Jasa Keuangan, Kantor Pajak dan Bea Cukai juga sudah melakukan sosialisasi secara intens kepada pelaku industri TPT Jateng.

Salah satunya dengan terus mendorong pabrikan memperluas jenis produknya untuk memenuhi kebutuhan lokal khususnya terkait baju Alat Pelindung Diri (APD) serta masker.

"Yang penting diharapkan mereka tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan cara, misalnya, mengurangi jam kerja, meniadakan lembur dan upaya lainnya," jelasnya.

Arif tak menampik bahwa Pemerintah Provinsi Jateng telah mencoba menawarkan sejumlah stimulus kepada para pelaku usaha. Salah satunya kelonggaran dalam pembayaran listrik selama 3 bulan.

"Memang ada kebijakan ini bahkan itu dari pusat. Namun sampai dengan saat ini dari informasi PLN dan Dinas ESDM belum ada yang lapor tentang kesulitan biaya listrik," tukasnya.

Seperti diketahui pelemahan kinerja ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) Jawa Tengah sejalan dengan impor bahan baku TPT yang juga mengalami penurunan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah yang dikutip Kamis (2/3/2020) menunjukkan ekspor produk-produk TPT pada Februari 2020 cenderung melemah dibandingkan dengan Januari 2020.

Ekspor pakaian jadi bukan rajutan tercatat minus US$15,89 juta (month to month). Kapas juga demikian, tercatat minus US$4,84 juta.

Kendati demikian, pada bulan Februari 2020, produk TPT lainnya seperti serat dan stafel buatan yang tercatat mengalami kenaikan US$2,96 juta atau barang rajutan yang juga masih mencatatkan ekspor lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2020 yakni US$2,41 juta.

Kondisi berbeda akan nampak jika mengambil akumulasi Januari-Februari 2020 dibandingkan dengan periode yang sama 2009. Hampir semua ekspor tekstil yang menjadi andalan Jateng mengalami pertumbuhan yang kurang menggembirakan.

Ekspor pakaian jadi bukan rajutan tumbuh tipis di angka 3,79 persen atau dari US$374 juta menjadi US$388,79 juta. Ekspor barang rajutan tercatat justru minus 3,9 persen. Sementara serat stafel buatan terkontraksi cukup dalam yakni 30,65 persen atau dari US$120,18 juta menjadi US$83,35 juta.

Penurunan kinerja ekspor sebagian produk TPT ini sejalan dengan penurunan impor bahan baku penopang industri tekstil. Pada Februari 2020 impor bahan baku penolong tercatat minus 12,51 persen.

Khusus untuk impor yang terkait dengan TPT, hampir semuanya mengalami kontraksi, terutama jika perbandingannya menggunakan periode Januari-Februari 2019 dan Januari-Februari 2020.

Pertama, komoditas kapas yang biasanya menjadi bahan baku benang tercatat terkontraksi dari US$95,48 juta menjadi US$82,54 juta atau 13,56 persen.

Kedua, kondisi serupa juga terjadi pada bahan baku tekstil lainnya seperti filamen buatan, serat stafel buatan, dan kain rajutan yang masing-masing minus 2,92 persen, 39,10 persen, dan 16,72 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Andya Dhyaksa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper